Panyusupan - Destinasi yang menjanjikan sensasi petualangan
Bolanger Notes » Panyusupan - Destinasi yang menjanjikan sensasi petualangan
- Jalur Trabas Panyusupan
- Pohon Gothic Camp Panyusupan
- Start point camp curug Gongseng
- View Cibuntu dari tebing Gongseng
- Jejak Kemegahan curug Ganda
- Hutan Tropis banget Panyusupan
- Camp shelter Panyusupan
- Trabas mode On
- Melepas lelah
Persiapan trekking
Selain tenda, semuanya sudah aman masuk di mobil, karena sebenarnya kita berencana untuk ngambil set layout dengan angle dari puncak tebing batu di sisi air terjun Gongseng, karena pasti akan terlihat sangat bagus jika sederetan tenda dome warna-warni diphoto dari atasnya.
Tidak perlu drone untuk angle vertical dari atas, karena kemiringan tebing batu itu bahkan seperti melengkung tepat berada di tengah area camp ground dibawahnya.
Namun hujan menghentikan langkah kami, sehingga yang kami lakukan adalah menunggu reda sambil makan pisang goreng maknyus yang pada pagi tadi dianterin oleh angbro Yopie yang secara luar biasa mensupport event camping itu.
Saat hujan reda, kesempatan untuk muncaki tebing batu sudah habis, menyisakan jungle trekking ke salah satu point area yang menurut pak umi selaku pemandu di Cibuntu sangat cocok untuk peminat ekstreem camping.
Trekking kami mulai dengan hanya berbekal 2 liter aer mentah, roti, dan buah duku sisa semalem, estimasi perjalanan selama 1,5 jam kami toleransi menjadi 2 jam, karena pasti ada selisih antara estimasi pribumi dan pendatang yang biasanya lebih dari 30 menit ha ha ha.
Curug Ganda
Pos pertama yang kami singgahi setelah 20 menit perjalanan dari camp ground adalah curug Ganda, Yup sebuah curug yang pada masanya dulu pasti sangat megah, dengan bederasnya debit air, ketinggian, tebingnya, dan keteduhan pepohonan yang tinggi menjulang.
Dulu... pastinya begitu karena bahkan seekor kerbau pun hanyut hingga sampai luar cibuntu dari saking besarnya arus air terjun Ganda tersebut, meski yang terlihat saat itu hanya gemericik air saja, namun bekas kemegahan itu begitu jelas terlihat.
Seperti biasa jika orang lain menikmati air terjun dari sisi bawahnya, maka kami selalu mencari view antimainstream dengan mencapai puncak air terjunnya, begitu pula dengan curug Ganda yang ternyata sangat tinggi dan susah dicapai, selain karena lebatnya semak, juga licinnya batu-batuannya.
Beberapa saat kami menikmati suasana damai di curug Ganda, sebelum kemudian kami harus berjuang melawan duri dan lebatnya semak yang tertebas golok pak Umi.
Buka Jalur shortcut
Yup trek yang kami lewati selanjutnya adalah trek nanjak yang sama sekali baru, artinya pak Umi dengan goloknya mencoba membuka jalur dan kami berdua dibelakangnya mencoba menghindari duri-duri dan melangkah pada pijakan yang meraba-raba.
Basah dan lebat membuat kami benar-benar menyusup diantara ranting dan juntai duri-duri, banyak kali daypack dan kulit tangan terkait dan tergores, belum lagi tripod dan tas kamera yang nyangkut membuat kami boros energi, bahkan sempat aku terperosok di sarang babi hutan yang untungnya tidak sedang ada reuni keluarga disana... hadeuuuh
Lebih dari sejam kami harus buka jalur menuju destinasi yang disana terdapat sebuah arca peninggalan masa lalu yang dari sisi mistisnya sangat sakral, beratnya medan menyebabkan salah satu dari kami harus melambaikan tangan ke arah kamera satu kali, mengibarkan bendera putih satu kali, dan mengangkat tangan satu kali, jadi total tiga kali doi meminta untuk rehat dan balikin stamina yang terkuras.
Ada sekali moment pak Umi terbanting banget ketika tangannya sedang menebas semak, kaki kanannya menginjak batu labil, sungguh shock untuk beberapa saat karena khawatir golok yang beliau pakai jatuh liar mengenai badannya, tapi thanks God pak Umi tidak apa-apa dan terus fight lanjut.
Selepas dari shorcut buka jalur selama sejam, kami mendapati ada jalur yang jauh lebih nyaman ketimbang sebelumnya, tidak nanjak banget tapi sangat panjang, jalur tersebut dulunya dibangun untuk kebutuhan transportasi, bahkan cukup untuk mobil truk, makadam dengan batu yang tertata rapi, yup itu dulunya... duluuu sekali, karena sekarang untuk jalan kaki pun sangat kerepotan karena jalur sudah dipenuhi dengan semak, dan pepohonan, ranting-ranting yang bertumbangan menyebabkan langkah kami harus pelan dan hati-hati, tak jarang kami harus menunduk sangat ataupun naik melangkahi pohon yang tumbang melintang, sungguh perjalanan menyusupi hutan tropis.
Kijang Putih
Hal lain yang tak terlupakan selama jungle trekking ke Panyusupan adalah, sekejap kami dikejutkan oleh adanya kijang berwarna putih!!!, yup seekor kijang yang keempat kakinya memiliki warna umumnya warna kijang, namun badannya berwarna putih!. Secara mendadak pak Umi memberi kode untuk stop dan berdiam tiba-tiba, sebenarnya tanpa di kode pun kami sudah terkejut dengan suara binatang yang sepertinya juga kaget dengan kehadiran kami! Karena bahkan kami mengira itu binatang lain seperti macan kumbang ataupun babi hutan, sungguh kami kaget!, namun begitu terlihat kelebatan sosoknya baru aku ngeh bahwa itu sesosok kijang yang beda dari kijang pada umumnya.
Sesaat kami semua terbengong demi melihat bahwa ada kijang yang unik tersebut, dan sambil terus jalan kami saling meyakinkan bahwa benar yang kami jumpai tadi adalah kijang.
Begitu sampai di hutan pinus kami merasakan ada lega dan campingable, datar dan lapang, teduh dan terlindungi pinus yang menjulang, kami temui beberapa bekas api unggun dan sampah yang menandakan pernah ada kegiatan camping disitu, jejak babi hutan juga terlihat jelas dimana-mana.
Jamur Kayu
dengan lebatnya hutan yang menjadikan suhu dibawahnya lembab, juga banyaknya pohon tumbang yang sudah lapuk, maka kami dengan mudah bisa menemukan banyak jamur kayu yang bisa kami panen, dengan semangat pak Umi memungutinya sambil memberikan petuah bahwa dimanapun kita berada, tuhan sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk bertahan hidup.
yup jamur kayu yang biasa disebut jamur kuping itu memang layak dikonsumsi, tidak ada racun padanya, dan rasanya pun cukup lezat jika di oseng-oseng pedas, atau untuk campuran sayur lainnya, biasanya sih para pendaki memasaknya untuk campuran mie instant.
saking banyaknya jamur yang aku kumpulkan, maka selama tiga hari berturut-turut setelahnya menu makan aku selalu ada jamur kayu disalah satu sudut piringku.
tapi ingat, tidak semua jamur dihutan bisa dimakan, ada yang rasanya tidak enak, dan ada yang bahkan beracun!, disinilah pengalaman dan pembelajaran diperlukan oleh seorang bolang, agar tierhindar dari kesalahan fatal keracunan.
Sampai di camp shelter Panyusupan
Hampir dua jam penyusupan kami akhirnya mencapai sebuah shelter dengan dua pohon raksasa diantaranya, tempat tersebut tidak begitu luas, cukup untuk 4 tenda kapasitas 6 orang, datar dan berada dekat dengan parit yang padanya mengalir air begitu jernih, ya disitulah Panyusupan itu berada.
kami sampai dititik dimana ekstreem camping bisa dilakukan, yup memang cukup ekstreem bila melihat lokasinya yang remang-remang oleh lebatnya hutan, ditambah dengan dua pohon segede gaban, plus nuansa mistis yang membuat siapapun untuk merenungkannya.
Bukan puncak ataupun ketinggian, tetapi lebih dari kedalaman sebuah hutan tropis, tidak ada pemandangan yang bisa kita nikmati selain keheningan yang kita rasakan, yup Panyusupan adalah tempat dimana sensasi sunyi dan sendiri menyusup jauh kedalam hati.
Tak jauh dari camp shelter Panyusupan terdapat sebuah parit kecil dimana beningnya air mengalir ke sebuah cerukan yang disana ada pipa menuju jauuuh ke desa Cibuntu, pohon besar melindungi keberadaan sumber air tersebut, sehingga akan mudah mendapatkan air jika kita camping disana.
Obrolan tentang sejarah, cerita, mitos, dan highlight peristiwa disekitar penyusupan kemudian menjadi topik yang menghantarkan keasyikan kami hingga enam puluh menit kemudian, akhirnya kami memutuskan untuk balik menuju surug gongseng.
Jalur turun yang kami lalui ternyata beda dengan jalur naik, lebih jelas dan lebih sering dilewati sehingga kami tidak perlu khawatir tersesat ataupun terperosok sarang babi hutan, tapi yang membuat kami keki adalah kejujuran pak Umi tentang skenarionya nge-test kami dengan jalur bukaan saat naek, rupanya doi pengen tahu seberapa serius kami dalam mengexplore Panyusupan.
Terpeleset
Jalur licin sepanjang panyusupan hingga curug gongseng telah menghempaskan bro Abie ketanah hingga 3 kali, belum lagi terpeleset yang tidak sampai jatuh terhitung belasan kali, entah dari sepatunya yang sudah tidak menggigit, atau stamina yang tinggal sisa doang, maupun memang jalur yang licin karena basahnya gerimis.
Pemburu pun ciut nyalinya
Ada peristiwa menarik terjadi ketika kami turun dari Panyusupan, dimana kami bertemu dengan dua orang pemburu burung yang sedang melakukan pengintaian, disitu kami menyaksikan komitment dan ketegasan pak Umi sebagai pemerhati lingkungan hutan, dengan bahasa sunda yang roaming aku pahami terlihat pak Umi menginterogasi keduanya, dan dari situ pak Umi dengan tegas menyuruh mereka balik turun dan pulang sambil memberikan pengertian bahwa di area tersebut sudah masuk kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai, sehingga apapun bentuk perburuan di area situ bisa diperkarakan dengan pasal yang jelas, selain itu nasehat pak Umi cukup jelas bahwa seharusnya kita menjaga satwa tetap hidup bebas sebagaimana ekosistemnya, karena bisa jadi burung yang tertangkap adalah seekor induk dari bayi-bayinya, dan pasti akan mati kemudian karena tidak ada induk yang mencarikan makan untuk bayi-bayi burungnya.
dan kedua pemburu itupun ciut dan kembali turun bersama kami
Sebuah keteladanan yang harus dipahami sebagai langkah nyata usaha pelestarian alam
Sesampainya di camp ground curug gongseng kami rehat sejenak, untuk kemudian membongkar semua tenda yang masih berdiri dengan rapi, melipatnya dan membungkusnya, siap dibawa balik ke basecamp cireboner dot com untuk dicuci dan kembali ke camp ground curug gongseng saat nanti.
Serunya menyusup ke Panyusupan sangat direkomendasikan untuk sensasi petualangan alam liar
Ayo menyusup!