Camping di Kuburan Keramat, Why Not?
Bolanger Notes » Camping di Kuburan Keramat, Why Not?
The Power Of Silaturahim kembali membuktikan khasiatnya
Pandemi Covid-19 sukses membuat tatanan baru dunia, persis seperti yang diingatkan oleh petinggi #Sunda #Empire jauh sebelum pageblug ini dimulai, pandemic sudah mengacaukan perekonomian dunia, melumpuhkan pelaku usaha sector pariwisata alam, yup camper jadi baper karena larangan berkerumun dan social distancing menjadi hal penting yang melatar belakangi ditutupnya camp ground dan pendakian.
… lalu situasi berangsur reda, zona hijau dan transisi menjadi new normal atau Adaptasi Kebiasaan (Sehat) baru memberikan semangat dan harapan baru bagi para camper untuk mempersiapkan dan menentukan destinasi menyepikan diri dalam tenda.
Dan hari itu, dengan pertimbangan tidak berkerumun, ditempat yang sepi, dan antimainstream, maka status otewe kemudian aku posting.
Dengan mengendarai Vega magic jer, aku angkut perlengkapan campingnya, #tenda dan #matras, #flysheet dan #sleeping bag, juga perlengkapan camping lainnya checked!
Sampai di area Gunungjati, aku kendorkan plintiran gas, lalu celingak-celinguk mencari sebuah toko bernama “RAMDHANI” sebagaai meet point yang sudah kami sepakati, tapi tidak ketemu.
Lalu dengan petunjuk dari seseorang yang mungkin memahami gelagat celingukanku tiba2 melambaikan tangan dan menunjukkan gerbang masuk area kuburan Gunung jati sebagai area menitipkan motor.
Tidak terlalu luas, tapi setidaknya area parker motor tersebut sudah berada dalam pagar tembok komplek kuburan gunung jati, daaaaaan dijagain oleh banyak orang-orang muda bertampang gahar, ada tato disebadan badan, tidak hanya satu atau dua, tapi banyak, ngeri-ngeri sedap lah pokoknya.
Aku parkir serapi mungkin, melepaskan jaket dan duduk deket motor sambil membakar nikotin, aku sengaja tidak memulai kontak dengan mereka, karena memang urusan aku dengan peziarah yang notabene akan datang bersamaan dengan keluarga keraton sebagai otoritas tertinggi kawasan Gunung jati tersebut, dan jika sudah bersama otoritas tertinggi, siapapun tidak akan berani mengganggu yekaaaan?
Dan benar dong... salah dua dari mereka menghampiri, lalu setelah tanya ini dan itu, akhirnya kami bersilaturahmi dan berjanji untuk ngetrip bareng kesebuah situs keramat yang rahasia nanti ketika pandemic udah usai, yup the power of listening kembali membuktikan khasiatnya, hahahaha.
Tak berapa lama, rombongan camper tiba dan setelah saling sapa, kami pamitan untuk mulai mendaki ke puncak Gunung jati dimana camp shelter berada, dengan menggendong #keril dan nenteng #matras aku tapaki undakan demi undakan yang terbangun rapi diantara cungkup, nisan, kuburan yang bertebar di sisi kanan dan kirinya.
Sampai di persimpangan, ada gerbang terpajang, dengan tulisan terpampang “makam keramat Syech Dzatul Kahfi” jika kita lurus berjalan, tetapi kita ambil sisi kanan yang terus menanjak melewati sebuah pohon besar kokoh menjulang.
Aku sempet bingung harus lewat sisi kanan apa kiri pohon untuk naik? Yaa kali aja ada adab yang baku untuk melewati pohon yang nyentrik tersebut, dengan berpedoman pada aturan lalu lintas, maka aku putuskan lewat sebelah kirinya…
Tak jauh dari Pohon gede tersebut gerbang pagar lokasi puncak sudah terlihat, ada nuansa sejuk yang berbeda aku rasakan ketika melangkah masuk areanya, beberapa pohon besar ada disana, sebuah situs juga terdapat diantaranya dengan terpagar besi dan tergembok rapat.
Areanya tidak terlalu luas, cukup untuk 6-9 tenda dengan variasi ukuran monodome sampai 4 orang, datar dan bersih, sejuk, dan damai, dari titik itu kita bisa melihat pantai dan lautan, melihat tangga dibawah sana yang menuju area goa, yup sebuah goa yang akan aku tuliskan pada catatan tersendiri nanti.
Puncak Gunung jati, merupakan area dimana Puser Bumi berada, kamu bisa googling tentang apa dan bagaimana Puser Bumi tersebut, kenapa disebut Puser Bumi, dan kenapa menjadi sangat istimewa keberadaannya.
Disana kami bertemu dengan dua peziarah yang sudah 3 hari stay disana, bahkan dengan tanpa tool untuk melindungi diri dari cuaca, baik panas, hujan, dingin, dan bias juga nyamuk? Tapi yang sangat menyita perhatian aku adalah adanya tongkat dari ranting yang dipegang keduanya, keduanya dalam keadaan dikelupas kulitnya.
Setelah saling sapa dan basa tanpa basi, segera aku bongkar keril dan mulai bangun tenda di salah satu sisi area itu, posisi dan arah menjadi perhatian khusus, seperti yang di instruksikan oleh “orang dalem” yang menjadi tuan rumah dan pemegang otoritas tertinggi.
Segala perlengkapan dan keperluan selama ngecamp di Puser Bumi sudah double check sehingga setelah tenda terbangun sempurna, maka semua barang bawaan kita masukkan kedalam tenda.
...Dan gelap mulai menjelang, kesunyian sangat mengikat rasa kami, ketenangan, damai, dan sejuk sangat memanjakan spiritual kami.
Yup beda memang, dan apa yang menjadi pengalaman spiritual sepanjang menikmati malam di puncak keramat itu, mungkin berbeda setiap orangnya, tapi yang pasti.. itu sangat privasi, sehingga cukup sampai disini catatan ini.
Kamu bisa camping disana?
Silahkan nikmati videonya