Silantung - Kedamaian yang terlupakan
Bolanger Notes » Silantung - Kedamaian yang terlupakan
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
- Curug Silantung
Tiga tahun yang lalu, tempat itu sempat menjadi ramai dikunjungi oleh wisatawan baik dalam kampong maupun luar kampong, bahkan perseteruan antar penguasa kampong berkaitan dengan perbatasan wilayah dan klaim siapa yang paling berhak mengelola dan menikmati hasilnya, sempat terjadi, meski pada akhirnya entah begitu saja beriring mulai dilupakannya silantung.
Yup namanya silantung, sebuah tempat yang berada tepat di tepian ujung kampung yang sunyi dan damai, gemericik airnya sangat menenangkan, tak heran jika potensi keindahan dan nuansa relaksasi menumbuhkan keinginan punggawa desa untuk menguasainya, karena memang akan sangat komersil jika dikelola dengan baik dan smart.
Kebetulan keberadaan Silantung, tidak begitu jauh dari rumah masa kecilku, cukup dengan jalan kaki selama dua jam maka kita akan sampai di Silantung, motor dan mobil pun bisa mencapai titik terdekatnya, kemudian dilanjut dengan trekking menuruni bukit hingga disebuah sungai gede yang menyimpan begitu banyak mitos dan cerita misteri.
Dan pagi itu adalah tahun ketiga sejak Silantung terabaikan, aku dan Hita partner blakraan paling manja sudah siap untuk trekking menuju silantung, meski ada kendaraan yang bisa mencapai titik terdekat, namun kami lebih memilih untuk hiking agar lebih berasa yo opo gituh.
Dengan bekal air mineral sebotol dan beberapa potong coklat, maka mulailah kami trekking menyusuri jalan kampong yang sudah terlihat kekinian, membuat kami semakin mudah menikmati jalur tersebut.
Pemandangan disepanjang jalur menuju silantung juga tak kalah sejuk dan hijau segerrrr dari jalur belantara raya taman nasional manapun, karena para perempuan kampong itu ternyata telah mendunia prestasinya dari bertanam sayur dan buah dengan memanfaatkan ruang halaman setiap rumah.
Tak heran jika kemudian studi banding datang tidak hanya dari dalam negeri, karena bahkan mereka dating dari belahan eropa untuk belajar bagaimana berkarya seperti warga kampong ujung gunung tersebut, karena memang ketahanan pangan dan kegiatan dari KWT (Kelompok Wanita Tani) di kampong itu telah menciptakan kampong hijau yang subur akan sayur dari kebun hingga ke teras setiap rumah, intinya tak ada ruang kosong tanpa sayur ataupun buah tertanam disana dengan suburnya.
Tidak hanya itu, karena ada satu lagi prestasi warga kampong yang mendunia dengan internetnya yang hanya sebatas edge dengan pilihan operator yang terbatas, lalu kehidupan sehari-hari yang tak jauh dari bertani dan berternak, dan kesederhanaan dalam mempelajari teknologi, nanti akan aku tulis dalam catatan tersendiri..
Yup… kembali ke jalur menuju Silantung, selama perjalanan turun dari dusun Munggang, hingga Ngemplak, kemudian Mbleber, Hita dan aku masih dengan santai bercanda, namun begitu naik kembali menuju ketinggian ,Hita pun berada di gendongan aku layaknya Carrier 80Ltr.
Menuju perbatasan desa, semakin menjauh dari perkampungan meski belum lepas dari kebun dan lading, namun nuansa sudah begitu sepi, kicau burung bersahutan dan pohon-pohon sudah terlihat mulai tinggi menjulang.
Sekitar 30 menit kemudian sejak batas kampong, kami harus menuruni bukit yang lumayan curam, dan 15 menit kemudian sayup2 terdengar gemericik air yang menandakan silantung sudah dekat.
Silantung adalah sebuah curug atau air terjun alias waterfall yang merupakan ujung dari Sungai Wungu dan mempertemukannya dengan Sungai Kodel, dimana Kodel adalah batas wilayah antara kabupaten Magelang dan Purworejo, sedang desa terdekat yang bersisihan adalah Wuwuharjo yang merupakan ujung terjauh berbatasan dengan kabupaten Wonosobo, nah titik pertemuan ketiga kabupaten itu disebut dengan Tempur Sari.
Sejak ditemukannya curug yang kemudian diberi nama Silantung itu, baru pada tahun 2003 hingga tahun 2005 eksistensi curug Silantung ini sangat mendominasi peta wisata jawa alam Kabupaten Magelang, menjadi semacam berkah bagi warga pribumi dengan menggelar lapak-lapak peristirahatan disekitarnya, tetapi kemudian dengan berbaur mitos dan mistis perlahan namun pasti, Silantung kembali menjadi tempat kedamaian yang terabaikan.
Aktifitas paranormal, dan pelaku dunia lain cukup mempengaruhi kenyamanan para pengunjung sehingga lambat laun siapapun akan menjadi ngeri dan berpikir dua kali untuk berkunjung kesana, pencarian barang-barang pusaka peninggalan, hingga penaklukan penjaga sekaligus “tuan rumah” dari Silantung oleh salah seorang paranormal menjadikan silantung murung dan suram.
Ada banyak mitos dan cerita mistis yang sangat popular tentang Silantung selain dua hal tersebut di atas, adanya “pohon asing” yang tegak berada di tepian jurangnya dipercaya menjadi penyebab beberapa penyakit kulit bagi para pengunjung yang mandi di Silantung, dimana ketika bunga dari pohon tersebut jatuh ke air Silantung, maka jangan sekali-kali menyentuh atau bahkan mandi didalamnya, karena air akan beracun yang menyebabkan gatal luar biasa.
Adanya sebuah batu besar di ujung sungai dimana Silantung berada, juga menyimpan misteri yang tak kunjung terjawab, dimana salah satu kejadian aneh yang terdokumentasikan adalah seringnya batu besar tersebuttercapture oleh kamera, ketika kita menjadikannya background view saat narsis berphoto.
Dan jika dihubungkan dengan keberadaan sungai (kali) wungu maka dunia lain itu akan semakin terurut dengan jelas, dimana pada salah satu sisi tepian sungai wungu terdapat satu-satunya rumah gubug yang dihuni oleh seseorang yang dipercaya mempunyai ilmu hitam bernama Welut Putih (welut = belut) dan sangat berbahaya jika diusik, tidak ada seorang wargapun yang berani mengusiknya karena takut kualat dan terkena teluh dari ilmu hitamnya, beberapa kali dulu waktu jaman esempe aku melewati gubug itu dengan sensasi ketegangan luar biasa, belum lagi anjing-anjing liar yang begitu banyak menyalak dengan kerasnya jika ada yang mendekati area gubug.
Tapi ahsudahlah kini kita berada di dunia yang tidak lain dan dunia yang tidak bukan, cukup focus ke keindahan dan kesunyian Silantung saja.
Curug Silantung itu sendiri mempunyai Tiga (3) undakan dari puncak, undakan tertingginya mencapai sekitar 15 meter, dengan kolam dasarnya yang lumayan dalam, undakan kedua sekitar 7 meter, dan undakan ketiga ada setidaknya 5 meter , tapi ada yang menyebutnya 5 undakan karena dihitung hingga ujungnya yang bertemu dengan sungai kodel.
Saat kami tiba disana, debit air sangat jauh menyusut dari ketika kami berkunjung sebelumnya beberapa tahun lalu, namun itu tidak mempengaruhi sisi sunyi dan gotiknya saat itu, terlebih manusia yang berada disana saat itu hanyalah kami berdua. kami kemudian duduk dan menikmati nuansanya, sikecil Hita banyak bertanya ini dan itu pada setiap apa yang menarik dilihatnya.
Ada sekitar 3 jam kami berdua menghabiskan waktu di Silantung, sebelum kemudian kembali menapaki bukit untuk kembali ke jalan kampong dan kembali kerumah.
Aku akan selalu kembali lagi dengan membawa harapan Silantung mendapatkan investor yang smart dan bijak sehingga mengembalikan masa kejayaannya yang sedang hilang saat ini.