Yo yo yo Santolo yo!
Bolanger Notes » Yo yo yo Santolo yo!
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
- Pantai Santolo
Sebaiknya cerita ini aku mulai dari hari sebelumnya, dimana sebuah tugas mengharuskan aku berangkat early morning dari Cirebon untuk explore Pantai Pangandaran, Green Canyon, dan Pantai Batu karas, bukan untuk menikmatinya tetapi sebuah survey untuk mendefinisikan apa saja yang bisa kami nikmati nantinya saat outbond bersama temen2 kuli dua minggu kemudian.
Dan perjalanan hari itu mengharuskan aku kembali ke sarang mimpi juga early morning jam 2 pagi!.
Keesokan harinya, tak berapa lama berselang, ketika sedang terlelap sangat, sebuah ketukan pintu mengembalikan aku dari kedalaman mimpi.
“Ayoo bro, temen2 yang laen udah pada nungguin semua… “ semangat seorang Bro sambil memarkir sebuah vespa merah darah di teras rumahku.
“Hoaaaammmzzzz” sahut aku dengan bahasa tarzan
“ eh bro, aku nitip motor disini yah….? Lah ayoo yang laen udah nunggu tuh..” lanjut si Bro
Yup, pagi itu memang sebuah deal telah kami sepakati untuk turing bareng explore sebuah pantai di ujung kabupaten Garut yang juga masih segaris pantai dengan pantai yang baru sehari sebelumnya aku explore !!! ya pantai Santolo namanya.
Tetapi dengan pertimbangan stamina dan kondisi fisik yang belum sepenuhnya terecovery, maka aku memutuskan untuk nyusul sekitar 2 atau 3 jam setelahnya, sehingga aku bisa memanfaatkan waktu tersebut sebaik mungkin untuk bercengkrama bersama keluarga dan recovery stamina.
Jam setengah sembilan, aku mulai start menyusul rombongan CPR yang sudah 2,5 jam lebih dulu berangkat, menurut hitunganku aku bisa menyusul mereka sebelum tiba di tujuan akhir Santolo, karena aku solo riding, dan mereka serombongan besar dengan 18 motor dan 2 mobil beriringan tanpa “tukang angon” yang biasa menjadi tugasku saat bersama mereka.
Karena Santolo merupakan destinasi baru maka hanya petunjuk SMS yang menjadi andalanku untuk sampai tanpa nyasar… yaitu Cirebon – Kuningan – Ciamis – Tasikmalaya – Karang Nunggal – Cipatujah – Pameungpeuk – dan Santolo.
Memasuki kota Kuningan, aku bertemu dengan biker dari Byonic Kuningan yang secara tidak sengaja menjadi RC aku, dengan sabar dan telaten motor kebo itu membukakan jalan dan memberikan layanan RC Gratis, sehingga speed makin stabil.
Hingga pada sebuah perbatasan menuju arah Ciamis, sebuah tet tot menandai pisahnya si vegy dengan si kebo, aku tak mengenal dia dan pastinya begitu sebaliknya, tetapi itulah biker, you know that bro.
Selepas dari kota Tasikmalaya, aku menuju ke Karang Nunggal, jalur tersebut mulai ndeso dan lumayan rusak, berkelok dan naik turun menjadi style yang seru, terlebih ketika hati mulai bertanya kapan jalanan ini akan berakhir dan berharap menemukan titik terang bahwa aku telah berada di jarak berapa lama dengan Santolo? Karena jujur aja sempit dan rusaknya jalan menjadikan perjalanan semakin berasa lama dan tidak ada habisnya, padahal aku tekadkan untuk berhenti hanya ketika BBM Habis, jadi full tangki menjadi standard dimana aku harus istirahat.
Melintasi sepinya hutan karet yang panjang dan berkelok merupakan sensasi tersendiri, aku berharap jalur turun di sepanjang hutan karet tersebut adalah pertanda bahwa destinasi semakin dekat,dan kali ini benar, karena tinggal satu jam lagi maka aku akan mencapai garis pantai selatan.
Pantai Cipatujah
Tepat jam 12 aku sampai di sebuah Pantai, dengan debur ombak yang lumayan gede menendakan bahwa itulah pantai selatan yang berhadapan langsung dengan samudera Hindia, yup pantai itu bernama Cipatujah, terlihat dari gerbang masuknya yang bertuliskan demikian.
Aku sempatkan masuk dan rehat, sekalian bertanya pada warga setempat seberapa lama lagi aku bisa sampai ke Santolo, sambutan mereka ramah dan kalimat pertama yang aku dapet ketika bertanya seberapa jauh Santolo adalah ;
“Masih Jauh mas…. Jalannya rusak kalo dari sini mah…”
“ Perkiraan berapa jam yah ? “ tanyaku lanjut
“ yaaa sekitar tiga (3) jam lah dari sini..” jawab si neng penjaga warung
“ waduh, masih jauh yah ternyata…. “ responku sambil garuk2 (gatel beneran)
Rencananya aku pengen konfirmasi dengan rombongan CPR bahwa aku sudah sampai di Pantai itu sehingga jarak aku dan mereka sudah semakin dekat, atau bahkan mungkin mereka sudah sampai di Santolo? Tetapi keinginan tsb aku urungkan karena aku berharap aku bisa menyusul mereka tepat ketika masuk ke Santolo.
Aku sempatkan rehat untuk sekedar minum sambil berdiri di hamparan pantai menatap kejauhan, panas memang tetapi angin berhembus menafikan teriknya.
Tidak ketemunya warung yg provide rokok kebanggaan menjadikan aku tidak bertahan lama istirahat di Pantai Cipatujah, segera aku menuju sebuah SPBU yang tak jauh dari pantai, untuk kembali mengisi tangki premium sampai Full.
Selepas dari pantai Cipatujah, petualangan kembali berlangsung, jalanan keriting berbatu kerikil, dibumbui lubang bertebaran, plus proses perbaikan di beberapa titik membuat sempurna hari itu, terik mentari dan debu menjadi kombinasi indahnya pemandangan garis pantai sepanjang perjalanan.
Sempat terhibur dengan dijumpainya jalur mulus, dan sempet terfikir bahwa jalur mulus tersebut akan seterusnya hingga Santolo, dijalur itu pula aku sempet tet tot dengan beberapa biker dari Byson dan Vixion yang berpapasan, namun hiburan itu hanya sekejab karena tidak kurang dari 10 menit kemudian, jalur bahkan lebih parah dari sebelumnya, terus dan terus.
Begitu terlihat sebuah gundukan besar disalah satu garis pantainya, ide iseng itu selalu muncul untuk menempatkan motorku di puncaknya, maka saat itu juga aku mlipir melintasi kebun kering menuju salah satu gundukan kemudian meraung menaikinya hingga puncak, disitu aku ambil beberapa photo.
Ketika jalur perkampungan berlalu maka nuansa hutan karet kembali dijumpai, dengan beda yang sangat, karena kali ini tidak hanya lubang yang harus diwaspadai, tetapi juga kerikil, debu dan tumpukan material yang tumpah ke badan jalan. Speed t ak lebih dari 40km/jam dan pengereman benar2 harus halus, karena sedikit pakem akan membuat ban selip di pasir dan kerikil, sangat berbahaya terlebih ketika tikungan dan turunan, ada terlihat beberapa gerbang pantai, tetapi aku tidak sempat membacanya karena kondisi jalan tidak menyisakan waktu untuk sekedar meliriknya.
Dua jam lebih melintasi jalur kerikil diterik matahari membuat aku dehidrasi, sehingga ketika dijumpai mini market aku pastikan untuk beli minum dan rehat… disitu pula ku bertanya pada si neng penjaga, tentang seberapa lama lagi Santolo, dan dijawabnya dikisaran 27 menit, akupun lega!
Dan benar, ketika sampai di jalur Utama 17 menit kemudian, sudah terlihat papan arah yang bertuliskan “ Santolo” sehingga makin yakin bahwa aku akan segera bertemu dengan temen2 CPR.
Sesampainya di Santolo, aku muter2 jelalatan mencoba menemukan serombongan parkir motor yang aku kenal sebagai CPR, tetapi setelah dari ujung ke ujung aku lintasi ternyata tak satupun terlihat, hingga di satu titik rehat di pantai itu aku berhenti dan mencoba konfirmasi via SMS
“ Bro kalian di Santolo sebelah mana?”
Tapi balesan dari sono tak kunjung tiba hingga beberapa menit kemudian sebuah panggilan masuk
“Haloooo”
“Halooo”
“ Dimana nih?”
“Kita lagi di Pantai Cipatujah nih, lagi rehat, ”
Di background terdengar pada teriak2 tentang jalan yang rusak luar biasa, dan sepertinya mereka seneng kalau aku bakalan mengalami apa yang mereka alami, mereka belum tau kalau ternyata aku sudah didepan mereka xixixixi.
“ lah! Kenapa masih di Cipatujah, aku sudah sampai nih di Santolo nih…”
“ lho kok sudah sampai ajah, tadi nyalip kita dimana? “
Sebuah pertanyaan bersama, begitupun aku sendiri, karena seingatku tidak pernah aku temuin mereka disepanjang jalur, dan wew selisihnya bisa 2,5 jam !!!! dan jika ditotal dengan selisih start dari cirebon berarti udah 5 jam selisih aku dengan mereka!.
Aku tertawa kecil membayangkan ekpresi mereka ketika menemui jalur rusak parah yang berasa tak berujung, pasti ada saja salah satu dari mereka yang bakal menyerah!, he he he selamat menikmati masbro…
Dari konfirmasi tersebut, setidaknya aku punya waktu 2,5 jam lebih untuk menunggu mereka sampai di santolo, sebuah kesempatan bagus untuk menemui sisi2 laen yang tidak terpublish dari Santolo, it’s my own time!
Pertama aku photo di depan roketnya LAPAN, kemudian cek peta, aku temui nama Pantai Sayang Heulang sebagai destinasi terdekat dari Santolo, segera aku berangkat menuju tekape.
Beberapa ratus meter menjelang gerbang masuk Sayang Heulang aku dapati sebuah bukit terjal yang menjulang, seketika itu juga sense of iseng ku bangkit yang kemudian membawa vegaku mlipir menerobos kebun dan sawah kering, mencoba mendekati bukit tersebut, namun usaha kali itu gagal karena mentok di pagar kebun yang kokoh dan terlihat beberapa orang petani sedang bekerja disana, sehingga untuk cari aman aku balik lagi kejalan yang benar, dengan harapan aku menemukan jalur yg lain untuk menuju bukit tersebut.
Begitu masuk gerbang pantai Sayang Heulang dengan terlebih dulu bayar tiket Rp. 3000, aku menemui bahwa Sayang Heulang lebih tertata rapi dan cocok untuk acara rombongan, home stay yang berjajar segaris, dan nuansa pantai yang tak jauh beda dg santolo, menjadikan Sayang Heulang lebih privasi, apalagi bagi rombongan anak motor, pasti kerasan karena di salah satu tepi pantainya terdapat sirkuit grass track yang natural dan asyik untuk “bermain “ disana free for everyone, sayang aku gak sempet mencobanya.
Dan bonus dari kedatanganku disana adalah adanya hingar-bingar live show dari beberapa penyanyi dangdut disalah satu sudut pantainya yang semakin menghangatkan suasana live show tersebut merupakan rangkaian kampanye salah satu calon penguasa daerah setempat, wew keeeep smiiiileee.
Di sela berisiknya suara music dan kencengnya angin, aku dapet tugas dari CPR yang masih di belakang sono, untuk menghubungi food provider agar segera bersiap, sehingga ketika mereka tiba, makanan dan minuman sudah siap santap!. dan tidak segera aku konfirmasikan karena masih banyak waktu lagi, hihihi ah ntar ajah!
Dari tempat live show tersebut, ada sebuah jalur menuju perkebunan yang sepertinya sudah lama tidak pernah dilewati lagi oleh kendaraan apapun, terlihat gersang dan exstreem, akupun penasaran sebenernya jalur itu menuju kemana, kemudian aku ikuti dengan berjalan kaki sambil was-was diteriaki warga jika memang jalur tersebut restricted area, namun begitu aku mencapai di ketinggian aku menyibak rimbun dedaunan dan dikejauhan sana terlihat…. Sebuah bukit! Yup bukit yang gagal aku dekati sebelumnya.
Aku kemudian kembali dan mencoba bertanya pada para pribumi tentang boleh tidaknya aku melewati jalur tersebut, dan mereka bilang boleh… “ dulu juga itu memang jalur untuk menuju kampong sebelah, tetapi sudah lama tidak dipakai lagi, hati-hati aja mas “ jawab mereka.
Kegirangan dan bergegas motor aku nyalakan dan offroadlah aku melintasi jalur tersebut, cukup berat memang ketika harus melewati jalur berbatu yang sekaligus sungai ketika hujan dengan harus menyibak semak yang mulai menutupi jalur, tapi seru mengabaikan semuanya, yang penting aku bisa sampai di puncak bukit itu titik!
Lima belas menit selepas dari jalur bekas itu, aku menemui jalur umum yang berpasir halus, sehingga tidak heran jika motor yang melintas disitu semuanya pake ban pacul atau kalau tidak ya motor trail lah yang mereka pakai, tet tot tetep wajib dan mereka menyapa balik dengan sangat ramah, hingga pada titik persisi di bawah bukit itu aku berhenti, untuk memandangi dan mereka-reka angle untuk pengambilan photonya.
Dipuncak bukit terlihat ada satu orang yang beraktivitas disana, dari bawah tidak jelas sedang ngapain, tapi yang jelas ketika sampai disana akau harus berinteraksi, dan berlagak oon jika ternyata bawa motor ke puncak bukit itu adalah hal yang dilarang.
Dengan memutari bukit terjal aku menanjakinya lewat punggung bukit disebelahnya, yang ternyata landai dengan rumput yang padat dan tak bersemak, sehingga enjoy hingga sampai di bibir tebing bukit tersebut, angin begitu kencang dan longsoran tebingnya menyisakan lapisan datar yang tipis dan menjorok ke tebing. Oleh karenanya aku harus hati-hati dan detail untuk berada disitu.
Seseorang yang ada puncak itu kemudian terlihat mendekat dengan tingkah polah yang “aneh”, aku sedikit khawatir jika ternyata hal buruk akan terjadi, karena terlihat parang dipinggang begitu panjang, dan tampang yang lumayan garang, ditambah dengan “Ritual” yang sedang dijalaninya dipuncak itu, dia terlihat memilin2 benda kenyal seperti getah karet, dan sesekali menyiraminya dengan air dari botol kea rah jurang tebing. Berulang dan berulang…
Aku beranikan untuk menyapa duluan
“ punten pak…” sambil senyum kemudian parkir vega
“ ehm darimana mas, Blitar ya? “ tanya dia
“ Lah kok bapak tau? “ aku balik nanya (modus biar makin cair suasananya)
“ dari plat nomornya lah..” jawab si bapak pendek
“ oooh dari Kediri pak…” jawab aku mengkondisikan
Ternyata si bapak misterius ntu cuek dan cenderung misterius, sehingga selama obrolanpun aku hanya berani nanya tentang apa nama desa, apa saja wahananya, dan legenda serta mitos yang ada di sekitaran situ, tanpa berani nanya ritual apa yang sedang dijalaninya, sumpah seyyem.
Obrolan terhenti tiba2 karena mendadak sibapak tergesa turun ke tebing, dan terus siram-siram dibawah sono, akupun mencoba memahami apa yang sedang dilakukannya dengan sekalian melihat angle yang pas buat narsisan photo.
Setelah berasa makin sore dan puas menikmati sisi unpublished zone dari Sayang Heulang, maka aku beranjak turun meninggalkan bukit bertebing yang terdapat hamparan rumput ala wallpaper windows XP kearah laut.. so amazing!, dengan memutari bukit akupun kembali ke public area di Pantai Sayang Heulang.
Dari ujung ke ujung aku lintasi perlahan hingga terhenti pada sebuah gazebo pinggir pantai yang teduh, dan sebuah panggilan masuk
“ Halo…?”
“ halo Hep, masih disana..?”
“iya masih nugguin neh, gimana sudah sampai santolo kah?”
“ waduh gini hep, ini anak-anak udah tepar gak kuat lagi nerusin perjalanan ke Santolo, jadi sepakat kita bermalam di Pantai CiJeruk sini, dan esok paginya baru ke Santolo…. Kesian mereka Hep pada kecape’an..” jelas masbro yang jadi RC rombongan CPR
“ Wuik… emang gak bisa apa sedikit dipaksa gitu terus lanjut, tanggung tuh tinggal sedikit lagih…” jawab aku penuh harap, sambil mikir sejauh apa lagi aku harus balik, bukan jauhnya sebenernya yang bikin aku mikir, tetapi kondisi jalan yang huftttt…
“ mo gimana lagi Hep, ini makanan juga dikirim kesini… “ suara disana terdengar sangat lelah
“trus berarti aku balik kesitu nih..? “ tanya aku
“ Iya Hep ente yang kesini ajah, trus besok pagi ente bawa kita ke Santolo..”
“hmmmm…. Ya udah aku kesitu sekarang…”
Dan akupun segera berpacu, mengejar matahari yang sudah tenggelam perlahan menuju balik ke pantai cijeruk, aku lupa2 inget seberapa jauh cijeruk dari Sayang Heulang, oleh karenanya aku bertanya pada seseorang, dan jawabnya
“ wuih masih jauh mas, sekitar yaaa 1 jam-an lah…”
Wedew, aku harus menikmati 1jam jalanan ajib sekali lagi, untuk balik menemui rombongan CPR yang secara incidental merubah destinasi bermalamnya menjadi di Cijeruk, that’s what brotherhood are for…
Setibanya aku di Cijeruk, ternyata CPR udah membangun tenda dan sedang sibuk menyiapkan acara bermalamnya, meski ada juga yang terlihat sudah ceria bermain bola di pantainya, aku hadir dan segera berbaur dengan mereka.
Segala sesuatunya udah siap, penerangan, pengaturan parkir motor supaya aman, juga perapiannya, yang belum adalah makan malamnya.
Sambil menunggu proses bakaran ikan untuk makan malamnya, masing-masing kami ada yang sudah terlelap tidur, ada yang mlipir nongkrong di warung sekitaran pantai, dan banyak yang duduk-duduk sambil ngobrol dan maen kartu.
Sesekali terlihat motor meraung membelah pantai, menyeberangi sungai menuju ke daratan seberang untuk memancing dan aktivitas cari ikan lainnya, meski tak terlihat satupun perahu, tetapi hilir mudik tangkapan ikan laut di bawa oleh mereka, Dan yang pasti kami semakin kelaparan
Hingga ketika makan malam sudah bener2 siap, kebanyakan kami sudah terlelap, oleh karenanya untuk mengumpulkannya lagi, harus dibangunkan dari setiap tendanya.
Makan malam dengan menu ikan bakar itupun berasa sangat nikmat luar biasa, karena yang pasti tidak selalu karena rasa, tetapi lapar yang sangat terasa, hasilnya dalam sekejap makanan ludes, dan kelesuan suasana berubah menjadi obrolan seru.
Sesi undian door prise kemudian menjadi lanjutan acara dari makan malam, dimana satu persatu dipersilahkan untuk mengundi mendapatkan nomor yang kemudian nomor tersebut dicocokkan dengan doorprise yang didapatkan, mulai dari pisau lipat, topi, head lamp, tool box, sarung tangan, multi tool dan tas hape, semua terbagi dengan rata, semua bergembira menerimanya, dan aku sendiri mendapatkan headlamp segede gaban
Saat kemudian yang laen kembali tidur, beberapa terlihat masih bergadang dan ngobrol, hingga aku sendiripun tak kuat menahan kantuk dan beranjak kembali ke dome.
Pagi harinya kami tak menemukan sunrise yang luar biasa, semua biasa karena memang cijeruk bukan sunrise spot yang rekomended, kegiatan kamipun sekedar menikmati ombak yang mulai pasang, dan kemudian membongkar tenda untuk bersiap menuju Santolo (lagi bagiku).
Tepat jam 8 kami start meninggalkan pantai cijeruk, tentunya setelah photo bersama, dengan stamina terecovery dan semangat baru untuk sampai di Santolo yang udah aku deskripsikan sebagai wow! Pada mereka semalaman… xixixixi komporisasi.
Jalanan berkerikil dan keriting kembali kami nikmati hingga satu jam setengah kemudian 18 motor dan dua mobil sampai juga di Pantai Santolo.
Masing-masing langsung menyebarkan diri, ada yang sarapan dulu memanfaatkan waktu, ada yang nyebur berenang, dan ada yang hanya duduk manjain mata, matahari terlalu panas, dan hari terlalu tanggung untuk sebuah acara rombongan, seandainya semalam sebelumnya atau sore hari nantinya, pasti akan lebih seru, tapi apapun itu setidaknya kami sudah sampai di Santolo.
Balik dari santolo, kami mengambil arah garut, karena pasti tidak akan ada yang mau untuk melalui jalur yang sama dengan berangkat, terlalu berat, maka meluncurlah kami beriringan panjang meninggalkan santolo menuju garut.
Jalur menuju garut sangat asyik, terlebih ketika sampai pada jalur Cikajang, wew pemandangan yang luar biasa sejuk dan megah, liukan jalurnya asyik dan keramahan rombongan biker lain yang sedang menikmati rehatnya, juga sangat berkesan, naik dan terus naik, hingga pada sebuah kemacetan luar biasa harus kami temui.
Yup begitu memasuki kota garut, kami disambut dengan hingar binger kampanye beberapa partai yang berkoalisi, menciptakan kemacetan luar biasa, panas hari pun semakin terasa ketika laju motor benar-benar harus terhenti menunggu terurainya kemacetan, satu jam yang melelahkan untuk lepas dari kota garut.
Di kota garut ini pula keterlambatan sekitar satu jam terjadi, ketika 3 motor paling belakang kehilangan jejak dengan rombongan depan, sehingga saling mencari dan bertukar peta pun berlangsung satu jam, sebelum kemudian kami lanjut kenuju jalur Malangbong.
Melewati malangbong, dan lanjut ke sebuah pertigaan sebelum jalur Wado, kami berhenti untuk memastikan jalur, dan salah seorang member pamit untuk keluar dari rombongan karena ada tujuan ke daerah dideket lokasi kami berhenti.
GPS kembali diaktifkan dan jalur terdekat menuju arah Cirebon dikalkulasikan satelit secara otomatis, sehingga ditemukan jalur terpendek menuju jatiwangi yang berarti lurus dan alternative, kami semepet bimbang untuk ambil jalur pendek tersebut atau jalur panjang yang muter menuju Sumedang dan balik menuju palimanan, dengan jaminan jalan normal dan ramai, tetapi jauh, atau jalur pendek yang lurus, tetapi alternative dan nobody know seperti apa jalur Wado tersebut.
Dari tebakanku jalur wado akan menjadi jalur yang sangat melelahkan, karena di sepuluh meter pertama pun sudah terlihat lubang2 di sepanjang aspal ndesonya, apalagi 20an kilo setelahnya, pasti parah, tapi yah itulah adventure, harus dijalani dan dikompromikan.
maka berangkatlah kami melintasi jalur pedesaan yang semakin terlihat bahwa aspal dijalanan sudah hilang, menyisakan tumpukan batu yang semakin jauh kepelosok semakin parah, dengan dipenuhi beban bimbang demi melihat kenyataan jalur yang sedemikian berat, maka kamipun berhenti satu jam kemudian untuk mencoba meyakinkan untuk lanjut atau balik!.
Kembali di cek di GPS dan jarak yang sudah kami tempuh sudah sepertiganya, Opsi untuk balik pun ditawarkan dan hamper tidak ada tanggapan serius, semua terlihat pasrah dan nurut dengan keputusan yang akan kami ambil, untuk balik pun sudah terlalu jauh, dan secara hitungan sudah tinggal sepertiganya lagi jika untuk kami terus lanjut, maka dengan penuh kepasrahan kami memutuskan untuk terus lanjut.
Yiiiiha jalur semakin tidak layak untuk motor manja dan biker berjiwa alay, karena hari semakin gelap dan serakan batu di sepanjang jalur semakin tak beraturan ditambah dengan tanjakan dan turunan yang mengharuskan boncenger terpaksa diturunkan, gemeretak mesin dan body motor yang beradu dengan batu menjadi sedemikan ramai terdengar, kekhawatiran adanya box yang pecah karena goncangan juga semakin nyata…. Jalur Wado Cadas hingga Jatigede, telah merontokkan nyali para pemula di CPR.
Hari mulai gelap ketika kelelahan sudah teramat sangat, namun terjalnya jalur semakin tak bersahabat, kami hanya berkompromi dan berfantasi jika motor kami adalah trail, semakin pasrah dan hanya berusaha kompromi.
Semangat kembali tumbuh, ketika dari sebuah puncak, terlihat bangunan dari project PLTA Jatigede, maka kami kembali bangkit dan bergegas untuk segera menemukan jalanan yang halus dan mulus untuk pelampiasan.
Tak tertuliskan kelegaan kami semua ketika menemukan jalanan kembali, kami sempatkan rehat, dan kami dapati fakta bahwa ada jalur lain yang lebih layak yang bisa kami lewati dari Wado :tepokjidat.
Mode riding malam haripun kami jalani dengan slow but sure menuju jalur Utama cileunyi – Palimanan, di sepanjang jalur ini terlihat ada beberapa biker yang mencoba untuk lepas dari rombongan karena factor kelelahan dan tidak kuat lagi melaju dengan kecepatan rata-rata, trauma benturan keras pada lubang, pada jalur sebelumnya membuat nyalinya ciut, tetapi sebagai yang ditugaskan menggiring dari belakang maka tetap aku dorong-dorong mereka yang melambat didepanku.
Kode tangan mereka untuk menyilahkan aku mendahului dan meninggalkan mereka, tidak aku hiraukan, karena sudah tanggung jawabku untuk memastikan semuanya pulang dan aku yang paling belakang masuk ke Cirebon.
Pertigaan jatiwangi dengan arah palimanan dan majalengka membuat rombongan terpecah, dimana sebagian lurus dan sebagian belok ke majalengka, dan ketika mereka bertanya mau lewat mana, maka aku putuskan untuk lewat jalur majalengka, dan aku sendiri mengejar mereka yang sudah terlanjur ambil arah palimanan, semuanya terkejar dan kembali bergabung menuju arah Majalengka.
Majalengka hingga Sumber Cirebon semuanya lancar, sehingga tepat jam 20 CPR69 a.k.a YVML137 kembali kesarang mimpi, hingga konfirmasi selanjutnya bahwa semuanya 100% komplit kembali ke rumah masing-masing.
Wew… petualangan dua hari yang seru, Thanks God
Salam
Cireboner