Pendakian Sakit Hati - Papandayan Garut
Bolanger Notes » Pendakian Sakit Hati - Papandayan Garut
- CPS Hikers
- The Real Tegal Alun
- Start trekking Papandayan
- ada yang nanya "roketnya dimana bang?"
- Mencari jejak the Kallonger
- View Papandayan
Prologue
Jalan-jalan ke Papandayan kali ini merupakan moment yang monumental, dimana akhirnya hiker Operation Division dan hiker Maintenance Division bisa juga hiking bareng selayaknya komunitas hehehe, secara gitu selama ini kita jalan sendiri-sendiri cuy.
Dengan adanya ngebolang bareng ini nantinya proses legalisasi komunitas akan segera terwujud, yang artinya support dan sponshorship akan lebih memudahkan membernya …hihihi mayaan duit ongkos.
10 Orang 2 Mobil
Sebenarnya ada banyak hiker yang eksis, namun karena kesibukan dan prioritas masing-masing, maka fix tercatat 10 orang yang siap berangkat dari Cirebon plus 1 orang yang berangkat dari Garut, dengan dua mobil kami berangkat dari Cirebon hari Jum’at sepulang gawe sekitar jam 20:30 dengan jalur Majalengka – Sumedang – Parakan Muncang (Bandung) – Nagrek- Garut – Camp David.
Jalur sumedang parah
Perjalanan dari Cirebon hingga Majalengka cukup lancar dan smooth, tetapi berbeda halnya ketika keramahan aroma tahu Sumedang menyambut kedatangan kami, perjalanan sangat lambat dan ekstra hati-hati dengan parahnya jalur dan padatnya kendaraan yang melintasinya.
Sungguh disayangkan jika jalur primer yang menghubungkan bandung sebagai ibu kota provinsi dengan kota-kota di sekitaran ciayumajakuning menjadi tidak nyaman dan aman dengan kurang tanggapnya pemerintah Sumedang dan atau pemerintah Provinsi Jabar merawat dan memperbaiknya.
Masih aja nyasar...!?
Sudah kelewat larut ketika kami akhirnya sampai di Garut, usaha untuk mencari makan malam menjadi sedikit lebih sulit, karena kebanyakan mereka sudah tutup.
Nyasar dan salah jalur pun teralibi oleh usaha mencari warung makan yang masih buka, meski begitu akhirnya kami menemukan sebuah warung yang ternyata hanya menyisakan mie instant sebagai menu utamanya, karena yang lainnya udah kelar, ya gimana lagi mie goreng instant pun menjadi pilihan aku dan beberapa temen.
Belum berakhir kawan… karena ternyata bayangan lezatnya mie goreng plus-plus (plus telor, plus sayur , plus laper, plus capek, plus dinginnya malam garut) buyar seketika ketika melihat tampilan mie yang royal kuah, alias kebanjiran! Rasanya pun menjadi aneh!!!... tapi tetep aja ludes, lapar jeh!
Pasar pendaki
Dari makan kemaleman kami lanjut menuju Camp David dengan terlebih dulu nyasar-nyasar dikit, jalur nanjak udah mulai berasa, begitu sampai di sebuah Pasar yang sebagai batas akhir angkutan umum, kami melihat sudah banyak pendaki yang antri untuk diangkut oleh mobil pickup bak terbuka atau ojek motor yang menjadi dua-duanya transportasi menuju Camp David selain jalan kaki, ngesot, merangkak, ataupun loncat-loncat ala vampire.. halaaah!
Sekedar info dari mbak warung di Camp David, ongkos angkut mobil pickup adalah IDR 200k/rit dan IDR 20k/rit ojek motor.
Kalo mo idealis sih yang dipilih pasti jalan kaki, lha wong hiker jeh… tapi gempor duluan plus tepar begitu mencapai Camp David menjadi konsekuensi yang malah mungkin menyebabkan gagal muncak Papandayan gara2 kecape’an so 200k rame-rame atau 20k sendirian menjadi option yang sangat menggiurkan :P
Good Morning Camp David
Park area di Camp David masih belum dibuka, sedang parkir di depan deretan warung-warung juga menyisakan beberapa pilihan tempat parkir yang terbatas, beruntung kedua mobil kita bisa pewe tidak jauh dari pos registrasi.
Kami sampai di Camp David hari sabtunya, yakeleus orang udah lewat jam 24,yaitu sekitar 02:27 an dini hari, dimana suhu udara masih sangat dingin dan api unggun menjadi sesuatu yang sangat dirindukan untuk berada dekat dengannya.. halah!
Beruntung salah satu dari api unggun di deretan warung itu masih tebengable alias boleh lah kita nebeng untuk sekedar angetin badan dan modus cari kenalan… :P
Tak bertahan lama nungguin api unggun, kamipun kemudian memilih tidur dalam mobil sampai pagi menjelang dan menunggu cak Sidik datang
Alarm subuh udah memanggil dan tantangan untuk berkompromi dengan dinginnya air wudhu’ menjadi seru, pada saat menyentuh air masih belum berasa dingin yang sangat, tapi begitu keluar dan terpaan angina membelai dengan lembutnya, maka kelembutan itulah yang membekukan tangan, kaki,dan kulit wajah yang terbasahi air wudhu’ suangat duingin!
Selepas sholat subuh, samar-samar penampakan kawah Papandayang mulai terlihat, keseruan tersendiri bagi penghobi fotografi karena banyak ide-ide kreatif yang bisa di test pada kondisi tersebut, Bintang bertaburan, langit cerah, dan cahaya lampu terpijar oleh kabut tipis, sedang di ujung sana dinding kawah yang putih kekuningan begitu gagah dan megah membentang, imagine it!
Cak Sidik... the most wanted!
Rencana awal, sesuai konfirmasi dari cak Sidik, kami akan start trekking jam 8 setelah sarapan pagi, tetapi sepertinya ada kendala yang menyebabkan cak Sidik telat hamper 1 jam, dan menunggu merupakan salah satu factor penyebab stamina lebih cepat drop jika sampai terjadi bete, catet!
Jadi kalaupun harus menunggu, usahakan agar tidak menjadi bete, carilah aktifitas antisipasinya, ngobrol seru, bercanda ria, berkeliling melihat sisi-sisi yang hiden, ataupun maen game dan berburu sinyal seluler, trust me it’s work bro!
Kami sarapan nasi goreng pagi itu….dan salah dua dari kami sarapan dengan mie instant… (lagi?)
Hot Starting!
Bisa dibayangkan betapa meriahnya sambutan manakala seseorang yang di nanti, ditunggu, dan dirindukan kemudian muncul dengan senyum dan selebrasinya..! wow akhirnya cak Sidik dateng jugah!
Setelah registrasi maka tercatat kami mulai start trekking sekitar jam 9:30 dimana cahaya matahari sudah sedemikian sadisnya menerpa langkah kami, jalur nanjak bebatuan dan beban carrier yang masih full akhirnya menumbangkan salah satu dari kami.
Black Out!
Ada banyak factor yang menyebabkan hal itu terjadi,jika diurutkan dari awal, dimana Papandayan merupakan hiking pertama yang diikutinya, kemudian beban carrier yang cukup berat untuk standard dirinya, ditambah dengan bete saat menunggu kapan start trekking, plus teriknya matahari di mix dengan jalur nanjak berbatu, menjadi kombinasi sempurna seseorang mengalami blank saat trekking pertamanya.
Ditambah dengan dua kali mie instant sebagai asupan energinya, secara mitos cukup meyakinkan bahwa kombinasi zat kimia tambahan pada mie instant dengan kopi dan minuman berkarbon cukup membuat metabolisme tidak semestinya.
Putus asa dan runtuhnya kepercayaan diri menjadi next step dari kondisi dropnya stamina seperti yang dialami Maria, hal itu akan terjadi pada siapapun, ketepatan memotivasi kembali menjadi factor penting pada keputusannya untuk lanjut fight atau balik dan menyerah! Yang pastinya akan merubah itinerary dan suasana.
Sebuah pelajaran penting bagi siapapun yang merencanakan sebuah trekking, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal yang sama, perlu ada plan B dan kesepakatan jika salah satu harus stay, dan seseorang harus menemaninya selama treathment, bisa on the spot, maupun selama preparation.
The Power of Suggestion
Berbagai upaya dari sugesti kata-kata, minum air putih tanpa mantra, asupan coklat asli impor dari malesia…halah!, akhirnya Maria bangkit kembali dan perlahan trekking lagi dengan dituntun oleh Wulan hingga semangat kembali pulih dan beradaptasi dengan kondisi cuaca, sedang beban carrier sejak sat itu berpindah ke pundak Bro Luthfi .
But wait a minute! Tidak berhenti sampai disitu, karena setelah beberapa menit kemudian justru Wulan yang kemudian mengalami kram pada kaki kanannya, sehingga cukup sulit untuk segera melanjutkan trekking, butuh waktu beberapa saat untuk memastikan otot kaki sudah siap untuk bekerja keras lagi, persiapan untuk handle kondisi seperti itu sudah cukup, counterpaint, balsam, koyo, GPU, dan sebagainya sudah ada di masing-masing carrier kami.
Dengan lebih perlahan kami terus melanjutkan trekking, dan kini beban carrier Wulan berpindah ke pundak penulis
Sesampainya kami di pos goeberhoed kami rehat sebentar, view dari situ sudah sangat luar biasa, bentang kawah yang putih kekuningan, dinding tebing yang tinggi memanjang, kepulan asap, dan semilir angin yang sejuk sangat keyyeen, di titik inilah biasanya para wisatawan menjadikan titik akhir perjalanannya, sedang bagi para hiker alias pendaki, justru titik inilah trekking lebih seru akan dimulai.
Ada satu kejadian seru dan menegangkan terjadi di guberhut tersebut, yaitu hamper jatuhnya terjengkangnya bro Arief gara-gara salah perhitungan saat duduk menyandarkan carriernya di kursi, beruntung sisa-sisa quick response didikan pertapa genit di desa konoha cukup membantu, sehingga kalau di slow motion, akan terlihat pada saat tubuh bro Arief bergerak jatuh terjengkang secepat itu pula aku segera memegang kaki dan tangan bro Arief, lalu menahannya beberapa lama hingga orang lain yang melihatnya tersadar dan segera memberikan bantuan.
Pos 2
sesampainya di pos2 kami jumpai udah banyak bolanger laen yang sedang melepaskan lelah dan mengekpresikan keberhasilan mencapai tempat teduh pertigaan antara tegal panjang dan Pondok Saladah, akhirnya aku sambil nulis ini aku merasa sangat nyesel melewatkan Tegal panjang selama berada di Papandayan.
Pondok Saladah
Setelah beres urusan registrasi di pos2, kami lanjut ke Pondok Saladah yang tak lebih dari 15 menit perjalanan, sampailah kami di sebuah ruang terbuka yang disana sudah berdiri ratusan tenda dengan beragam model dan warna, tidak seperti layaknya sebuah hutan atau gunung, tetapi lebih menyerupai kampong yang ramai dan berperadaban modern.
Makaaaaan!
Kami memilih membangun tenda di salah satu bukit pondok Saladah, dengan pertimbangan teduh oleh pohon dan tidak terlalu ramai.
Dari 3 buah tenda kapasitas 4 orang yang direncanakan dan disepakati, aku diam-diam persiapin satu tenda cadangan jika dibutuhkan dan ternyata antisipasi itu benar, karena tentunya privasi masing-masing kami yang berbeda.
Acara selanjutnya adalah masak untuk makan siang, semua logistic kami kumpulkan jadi satu untuk mengetahui seberapa kekuatan logistic kami, dan menu apa yang bisa kami pilih untuk makan siang, makan malam, dan sarapan esok paginya.
Acara masak pun dimulai, menu yang kami pilih adalah mie instant (lagi!!!?) dan racikan para calon ibu-ibu sangat membantu dan merubah style masak para cowok, tentunya menjadi lebih detail dan hygienist :P
Trekking to Tegal Alun
Udah kenyang, dan sesuai itinerary kita akan langsung lanjut menuju Tegal Alun Besar dan Puncak sejati Papandayan untuk menikmati savanna dan kebun Edelweis,
Kenapa saya sebutkan Tegal Alun besar, Tegal Alun sedang dan Tegal Alun kecil ? juga Puncak Papandayang dan Puncak Sejati Papandayan ? fakta kontroversialnya bisa silahkeun baca di catatan lain tentang trip Papandayan
Jalur yang kami pilih adalah jalur punggungan yang lebih pendek, meski pastinya lebih terjal mengikuti alur sungai yang mengering, dua cewek tidak ikut karena selain masih capek juga mereka lebih memilih untuk mempersiapkan makan malam dan jagain tenda..
Rangkaian kegiatan explore Tegal Alun Versions dan Puncak Papandayan Version tidak aku tulis disini, karena apa yang kami temukan selama explore Tegal Alun merupakan moment monumental dan kebanggaan tersendiri yang menyisakan niatan untuk next trip kembali kesana dan menyelesaikan apa yang tertunda saat itu.
Jalur kembali yang kami ambil adalah jalur common yaiut via Hutan Mati, yang pastinya kami maksimalkan untuk berfoto meski sudah gelap, dari situ terlihat pondok saladah sangat gemerlap dengan banyaknya lampu dari setiap tenda, riuhnya teriakan-teriakan membuat malam itu seperti bukan di ketinggian gunung. Aneh adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya.
Sekembalinya di camp, dua calon ibu-ibu sudah dengan antusiasnya menunggu kedatangan kami, sederet menu masakan sudah terhidang dengan rapi, dan siap di test apakah layak konsumsi atau tidak.
Setelah bersih-bersih diri dan ibadah, kami kemudian berkumpul untuk gala dinner !
Acara selanjutnya tentu ngobrol santai, api unggunan, ngopi, dan yang paling seru adalah ketika bro Mahfudin yang menjadi guide kami di Papandayan menjadi target bully berkenaan dengan Puncak Papandayan dan The Real Puncak of Papandayan, juga pencapaiannya saat explore Tegal Alun yang dinilai sebagai korban pembohongan public…. Wkwkwkwk
Keseruan obrolan selanjutnya terlewatkan olehku, karena kantuk yang kali ini tak membiarkanku bertahan, dengan alesan mo lurusin punggung, maka wes ewes ewes bablas mlungker, yup mlungker di SB tak banyak membantu jika ternyata matrasmu tak lagi kau pakai… alas Terpal begitu mak nyess!
Pagi menjelang, alarm subuh sudah berulang kali mengingatkan…. Di tenda sebelah, secara tas dan HP aku titipin ke tenda sebelah yg masih luas hihihi pasti mereka terganggu…:devil
Jangankan untuk sunrise welcome, untuk bangun aja mualess sangat, dan tantangan dari keyakinanlah yang akhirnya membawaku ke sumber air untuk bersuci, kemudian ibadah subuh, setelahnya yaaa pasti lah mlungker part two! Bodo amat yang namanya sunrise!
Aroma kopi dan bayangan hangatnya mentari pagi membangunkanku dari tiduran, aku bergabung dengan mereka yang sudah mengerubungi kompor sambil nyruput kopi panas…
Pagi itu kami sarapan dengan menu sisa, ada omelet, tempe, nugget, telor asin, kerupuk, sampai nasi beku sisa semalam, belum lagi berbagai macam cemilan yang ternyata berlebih.
Dan bongkar tenda, packing-packing menjadi kesibukan selanjutnya, karena pagi itu kami jadwalkan turun kembali untuk kemudian mlipir ke kawah.
Dengan semangat yang lebih, stamina yang terecovery kami menuruni Papandayan dengan ceria, tak lagi ada cerita black out, tak lagi ada cerita hamstring, hingga di kawah kami akhirnya terbagi menjadi dua group.
Bete Part Two!
Tidak dibawanya radio HT ternyata berakibat banyak adanya misskomunikasi selama hiking Papandayan, yang akhirnya menyebabkan aku, airline, Luthfi, maria, dan Wulan tidak sempat menikmati view hutan mati dan danau kawah yang jarang orang menemukannya, juga menunggu part two yang menjadikan ending dari acara papandayan sedikit bete, yup komunikasi radio menjadi sangat penting.
Sementara yang laen entah berantah selama dua jam (akhirnya aku tahu bahwa mereka mlipir ke danau kawah) kami nikmati segelas jus jeruk segerrr, bakso goreng, dan pemandangan lalu lalang para hiker yang turun dan naik.
Aku sempet balik menuju kawah setelah toleransi kewajaran waktu antara groupku dan group dibelakang cukup jauh, kehawatiran terjadi accident atau emergency condition membuat aku harus mencari kejelasan, aku kembali naek melalui jalur sungai yang searah dengan terakhir kali aku lihat mereka mlipir turun ke jalur sungai, berharap berpapasan disana.
Tak seberapa lama akhirnya kami bertemu di jalur common, dan segera kami balik ke Camp David menemui yang lain yang udah terlihat bete.
Dengan agenda mampir dulu ke rumah cak Sidik, maka kami segera turun cabut dari Papandayan, tidak semudah itu, karena ternyata kami harus mendorong jaran cak Hadi yang selalu ngambek jika ditinggal sendirian di kaki gunung, yup sudah menjadi semacam ritual rutin setiap pendakiannya.
Begitu sampai di rumah Cak Sidik, gorengan, burjo, sate ayam, dan sate kambing sudah siap santap, wow! Matur thankyou Cak Sidik
Tepat pukul 17:23 kami cabut dari kediaman cak Sidik untuk kembali ke sarang mimpi di Cirebon, rute Garut – Nagrek – Parakan Muncang – Sumedang – Majalengka – Palimanan – Cirebon menjadi pilihan yang tidak disengaja hihihi
Macetnya jalur Garut – Nagrek, lalu Parahnya jalur Sumedang – Majalengka cukup memperlambat kami sampai di Cirebon, tercatat jam 11:37 aku sampai di Cirebon.
Dan event hiking Papandayan pun berakhir dengan menyisakan banyak kenangan dan semangat untuk kembali kapan nanti…
Termakasih tuhan
Kenapa menjadi pendakian paling menyakitkan ?
Adanya motor berseliweran, naah ini nih yang paling bikin merasa gimanaa gitu, apalagi kalian selain hiker juga aktip di beberapa komunitas biker, bakalan ngenes dah... hahahah lha namanya gunung untuk pendakian, jalan nanjak gendong keril segede gaban, capek bahkan ada yang sampe kram, mandi keringat, eh ternyata gak cuman sekali dua kali sepeda motor lewat.
Terungkapnya fakta unik Papandayan
Dari situ untuk mencapai Tegal Alun gede, kita bisa menembus lebatnya pepohonan di bukit kecil itu atau dari deket titik masuk Tegal Alun (kecil) dari jalur Hutan Mati, kemudian mlipir ke kanan dan sedikit menembus lebatnya edelweiss, tanpa pepohonan kayu, jarak sekitar 50 meter dari situ akan terlihat bentang savanna yang luas dengan dipagari hutan semi Mati, dan dua gundukan puncak yang salah satunya adalah puncak tertinggi Papandayan