






























Jungle trekking Curug Lawe Petungkriyono
Bolanger Notes » Jungle trekking Curug Lawe Petungkriyono
- curug lawe jelajah hutan
- curug lawe jungle trekking
- curug lawe juru kunci
- curug lawe petungkriyono
- curug lawe polisi narsis
- Curug Lawe jungle trekking
- Curug Lawe jungle Trekking
- Curug Lawe jungle Trekking
- curug lawe hiker
- Expresi Curug Lawe
- curug lawe jungle trekking
Sebagaimana catatan aku sebelumnya tentang survey ke Petungkriyono, maka event touring kali ini aku membawa rombongan besar dengan 21 motor, 2 mobil dan lebih dari 40an peserta.
Perjalanan dari Cirebon-menuju Pekalongan via Pantura dengan rombongan besar cukup seru dan mempunyai tantangan tersendiri untuk mengatur dan menjamin semuanya berjalan lancar, begitu juga dengan perjalanan naik menyusuri hutan dan kelok tanjakan yang ekstreem, kurang lebih sama dengan catatan sebelumnya, tetapi pastinya ada yang lebih seru jika itu bersama teman-teman lainnya.
Aparat Narsis@curug sibedug
Oh iya, ada kejadian unik dan lucu ketika kami dalam perjalanan tiba di curug Sibedug, disana ada tiga buah aliran curug yang berada persisi ditikungan sebelum tanjakan, terdapat beberapa warung kopi dan cemilan yang sangat pas jika beristirahat sambil menikmati curug, disitu pula kami rehat untuk beberapa saat.
Sepertinya sudah sejak dari bawah sana, seorang bapak dengan seragam “mirip” Polisi mengikuti rombongan kami, dan ketika kami berhenti di curug sibedug barulah si pak polisi tersebut beraksi, awalnya kami sempet kaget ada apa seorang polisi begitu serius menanyai salah sebagian peserta, karena secara aturan style riding kami sudah sangat aman dan santun, secara kelengkapan dokumen juga sudah kami check semua tidak ada yang invalid, juga kelengkapan kendaraan tidak ada yang modifikasi ekstreem sampai menghilangkan salah satu fungsi.
Tetapi begitu tahu apa maksut dan keinginan pa polisi itu, barulah kami semua menahan tawa…
Yup pak polisi itu ternyata meminta kita semua berpose photo dengan sekenario seakan-akan kami sedang mendapat pengarahan dari dia, sehingga kesan yang nantinya dia dapet dari atasannya adalah, dia melaksanakan tugas, dia bekerja, lalu menemukan serombongan biker yang dinilainya melanggar, lalu dia merasa perlu untuk menghentikan dan memberikan pengarahan serta peringatan.
Meski scenario tersebut merugikan nama baik kami sebagai komunitas motor yang patuh dan taat, tetapi setidaknya kami menghargai kejujuran dia tentang tujuan memanipulasi laporan terhadap atasannya, hari gini, bahkan dipuncak sebuah ketinggian ternyata sudah ada orang yang bermental ABS (Asal Bos Senang) dan berkarier hanya dengan modal laporan dan image building, tidak dengan karya nyata dan fakta sebenarnya.
Asudahlah…..
Tiba di Camp Pak Kades
Singkat kata, Jam sebelas siang kami tiba di basecamp Curug lawe PPGP Petungkriyono, tepatnya dirumah seorang kepala desa yang sepertinya secara mendadak dijadikan basecamp untuk kami, yup mereka sangat welcome banget rumahnya kami acak-acak hihihi.
Secara jadwal kita akan makan siang dulu sebelum kemudian memulai trekking, tetapi karena alasan agar makan ntar jadi lebih enak dan lahap, maka kami putuskan untuk trekking dulu baru kemudian makan siang, karena gerimis kemudian perlahan datang, kamipun bersiap dengan memakai rain coat masing-masing.
Namun kemudian hujan begitu deras datang menyusul gerimis sebelumnya, yang akhirnya mau tidak mau kami harus putuskan sekali lagi untuk makan siang dulu sambil nunggu hujan reda, sesuai itinerary.
Kombinasi menu makan siang yang khas ala kampong diketinggian cukup sempurna dengan hujan, cuaca dingin, dan capek lapar yang kami rasakan, tempe goring, ayam goring, mentimun, sambal, kerupuk, dan sayur lodeh menjadi kesatuan nikmat yang luar biasa.
Ketika hujan tidak lagi lebat, aku putuskan untuk tetap trekking biarpun cuman sendiri, maka aku komporin mereka yang sedang menikmati hangat, ternyata tidak sedikit yang masih antusias menembus hujan untuk ikut trekking, dan hanya menyisakan tiga perempuan dan beberapa lainnya yang tidak kuasa keluar dari zona nyaman berada di dalam rumah disaat hujan.
Jalur Purba
Dari jalan desa, kami mlipir ke hutan pinus yang jalurnya sangat becek berlumpur, sepertinya baru dibersihkan dari semak dan baru dirapikan kembali, jalur tersebut merupakan jalur purba yang merupakan jalur pertama kali ada, sebagai jalur penghubung peradaban maysarakat gunung dengan masyarakat di bawah gunung.
Sebenernya sudah dikasih tau nama dari jalur tersebut, tetapi karena saat itu banyak terpukau oleh indahnya pemandangan alam hutan pinus dan konsentrasi di jalur yang ekstreem, maka nama dari jalur yang mempunyai arti penjabaran khusus itu jadi lupa… hehehe
Jalur tersebut dibatasi oleh susunan batu yang memanjang searah jalur, dengan tinggi kurang lebih 1 meter, dari kontur dan kondisi batu yang tersusun tersebut membuktikan bahwa usia “pagar” jalan itu sudah ratusan tahun dan masih bisa kita lihat sampai saat ini.
Sambil jalan menyusuri jalur purba di hutan pinus, kami mendapatkan banyak informasi dari guide tentang asal nama Petungkriyono yang berarti sebuah wilayah khusus jaman dulu yang ternyata menjadi pusat pemerintahan Pekalongan saat itu.
Kampung Purba
Ada juga Kampung Purba yang berupa sebuah dataran di ketinggian gunung, bersih dan lapang, dengan beberapa bukti peninggalan bersejarah yang berupa batu lumping, gerabah, dan bekas bangunan yang sudah tinggal pondasinya saja.
Untuk mencapai lokasi kampong purba yang menyimpan banyak misteri tersebut, dibutuhkan waktu 2 jam jungle trekking professional, dan pastinya lebih dari 4 jam untuk pemula :)
Mitos yang ada tentang keberadaan benda-benda peninggalan itu adalah jika dipindahkan, maka batu-batu tersebut akan secara gaib dan ajaib kembali ketempat semula, tentu jika hal itu benar maka kita tidak perlu khawatir benda2 bersejarah tersebut hilang dicuri oleh maling, seperti yang terjadi di lokasi bersejarah lain di Indonesia ini.
Rumpun bambu keramat
Hal mistis lain yang ada di kampong purba tersebut adalah adanya serumpun pohon bamboo yang mempunyai keunikan tersendiri, yaitu ketika ada daun yang gugur dan tidak terhalang sampai tanah, maka jatuhnya bisa dipastikan dalam posisi menancap!. Dan akan terus bertahan tertancap sampai ada angin atau air hujan yang merobohkannya.
Keberadaan rumpun pohon bamboo ajaib itu sudah banyak dibuktikan oleh warga setempat, begitu juga dengan kembalinya batu lumping ke tempat asalnya secara gaib ketika secara iseng mereka memindahkannya.
Cerita dan berita lainnya tentang sisi unik dari Petungkriyono tidak sempat aku dapet lagi karena aku dan bapak kades yang menjadi salah satu tim guide terpisah jarak. Tetapi yang jelas petungkriyono masih merupakan kawasan yang bersahabat dengan alam dan memiliki sejarah dan tempat unik yang tersebar di lebat hutannya dan diketinggian pegunungannya.
Hutan Kopi
Selepas dari hutan pinus kami memasuki hutan kopi, jalur masih didominasi oleh batu dan kerikil, pohon pinus yang tumbang pun ada beberapa yang kami temui, saat itu bukan musim kopi, sehingga belum terlihat warna-warni buah kopi dipohonnya.
Susur sungai
Satu jam kemudian kami sampai di ujung bukit, dan view air terjun terlihat tinggi menjulang dibukit seberang, disitu kami berkumpul dan berfoto sambil menunggu peserta yang masih tertinggal dibelakang.
Dari situ kemudian kami menuruni terjalnya bukit hingga sampai disungai dimana alirannya berasal dari air terjun yang akan kami datangi jauh diseberang sana, jalur tersebut masih terlihat baru, mungkin masih beberapa minggu dibuatnya.
Dan ketika sampai di sungai, maka kami mulai menyusurinya melawan arus dan step by step pada batu yang berserak disepanjang sungai, yup tidak ada jalur lain selain susur sungai, suasana sedikit berubah menjadi serem manakala kita sadar bahwa keberadaan sungai itu diapit oleh dua sisi tebing yang curam dan lebat.
Dengan melewati beberapa mpohon tumbang yang menghalangi, manjat dinding sungai, dan berpegangan pada rotan, maka kami sampai di sebuah air terjun yang sangat tinggi, dan wow!.
Airnya yang begitu jernih dan segar, juga ketinggiannya yang menjulang sangat memukau mata kami, padahal dari bawahnya persis malah kita kehilangan view separuh dari total utuh ketinggian air terjunnya, karena ditengah ada semacam undakan yang menjorok kedalam, sehingga tidak terlihat dari bawah, separuhnya aja sudah tinggi sekali, apalagi utuh?!.
Batu Badar Emas
Seperti kebiasaan, aku iseng untuk mencari view atau angle yang tidak dirasakan oleh orang lain jika mendatangi suatu tempat unik, oleh karenanya aku mlipir ke salah satu sisi bukit yang juga merupakan aliran sungai kecil dari ketinggian disamping curug Lawe tersebut.
Disaat aku mlipir itu, mataku tiba-tiba tertuju pada sebuah batu yang menggelitik untuk aku ambil dan aku amati, lalu aku iseng coba untuk memecahkannya, dan ternyata batu tersebut mempunyai “Galih” atau inti paling keras yang berada didalamnya, hitam dengan bintik-bintik kuning yang menyerupai bintang ketika malam cerah (selanjutnya aku dikasih tau bahwa itu adalah batu badar emas?).
Dari awal memang issue zaman batu sudah menjadi topic hangat, dimana saat berada di basecamp, kami juga sempat ditawarin oleh penduduk local batu-batu bagus bahan akik dan perhiasan dari hasil mereka hunting di hutan dan sungai, maka tak heran jika sepanjang perjalanan mereka juga sekalian menguji keberuntungan dengan mencari batu-batu berharga tersebut, sedangkan aku sama sekali tidak tertarik dengan dunia batu.
Tetapi saat itu aku merasa dipaksa untuk tertarik dan mengambilnya, sehingga begitu aku turun dengan membawa sebongkah kecil batu tersebut, mereka pada tertawa dan mulai membully, tetapi sebagian ada yang serius untuk tahu darimana batu itu didapetin, bahkan salah satu batu temuanku dirampas!.
Maka yang terjadi selanjutnya bisa kita tebak, mereka segera berhambur ke lokasi yang aku dapat batu tersebut, mereka berburu dengan menggali, dan benar mereka menemukan banyak jenis batu bagus yang kata mereka bisa dijual mahal… hadeuuuh penjarahan pun dimulai, dan aku mulai teriak-teriak untuk menghentikannya.
Aku merasa bersalah dengan memberi tahu lokasi tersebut, dan sebisa mungkin aku hentikan dengan alasan hari sudah larut dan masih banyak agenda yang harus tepat waktu, salah satunya mendirikan tenda di lokasi curug bajing, meski mereka berhenti, tetapi sudah terlanjur banyak batu yang mereka ambil :tepokjidad
Kehausan, kok bisa?
Perjalanan pulang kembali ke basecamp tetap melewati jalur yang sama saat kita berangkat menuju curug Lawe, artinya sekali lagi jungle trekking dengan naik turun dinding batu kembali harus kami jalani, melintasi bebatuan jalur hutan kopi, menapaki tebing, dan lebatnya hutan pinus.
Hujan tinggal gerimis, dan jalur yang tak terduga sebelumnya membuat sebagian besar kami merasa kehausan, karena air tidak sempat kami siapkan karena bayangan kami trek cukup mudah dan tidak terlalu jauh, hal itu pula yang menyebabkan Eris salah satu peserta hamper pingsan dan tepar kecapek’an, padahal gerimis masih ada dan air sungai juga segar dan bersih untuk dikonsumsi, tapi begitulah, justru di kondisi air melimpah, malah kami kehausan.
Akhirnya prinsip untuk tidak minum air mentah pun tumbang dan sesampainya di curug kecil (lupa namanya) Eris dan sebagian kami pun lahap meminum air yang segarr dan mengembalikan stamina kami untuk lanjut melintasi hutan pinus kembali ke basecamp.
Sesampainya di basecamp kami disambut kopi panas, kemudian bersiap menuju ke camping ground Curug Bajing untuk petualangan seru selanjutnya …