Lambosir
Bolanger Notes » Lambosir
- View Kuningan dari Lambosir
- Gerbang retribusi Lambosir
- Background Ciremai
- Batu selfie Lambosir
- Batu selfie Lambosir
- Lambosir
- Peta jalur Lambosir dari Linggarjati
- Pondok Lambosir
- Tower Lambosir
- Tugu Prasasti Lambosir
- View Ciremai dari Pondok Lambosir
- Main Hall pondok Lambosir
- Offroad jalur Lambosir
- Yamaha Vega Lambosir
Apa itu Lambosir ?
Pertama denger nama destinasi ini sedikit menggelitik, secara berkesan tak jauh dari Samosir yang artinya berada jauh dari Cirebon, tetapi pada kenyataannya destinasi dengan view yang wow itu memang berada tak jauh dari Cirebon, tepatnya di kaki gunung Ciremai persis!.
Nama lain dari Lambosir adalah Yamaha Forest!.... Lho penasaran kan?
Ternyata ada beberapa nama yang disematkan oleh para traveler yang pernah singgah disana, tetapi survey aku telah membuktikan bahwa Lambosir adalah nama aslinya, terbukti ketika aku coba bertanya dengan beberapa warga setempat yang sudah berusia lanjut, mereka tahu dan ngerti dimana dan apa Lambosir tersebut.
Sedangkan Yamaha Forest merupakan nama yang diberikan dan tertulis di tugu prasastinya oleh company brand sponsor yang menjadi penggiat recovery ekosistem Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dan tentunya Yamaha menjadi salah satu sponsor utamanya.
Di Lambosir inilah program kerja untuk menjaga TNGC senantiasa lestari dan hijau, disana disemaikan bibit-bibit pohon untuk recovery lahan yang sudah gersang, juga kegiatan lain yang genrenya adalah melestarikan alam sekitaran gunung Ciremai.
Lokasinya dimana ?
Lambosir masih berada di wilayah Cibeureum dan akses masuknya melalui gerbang desa Setia Negara, jalur yang ada saat itu masih lumayan offroad dengan aspal yang terkoyak dan bebeatuan yang berserak, cukup seru dan butuh konsentrasi lebih untuk mengendalikan kendaraan tetap smooth, kalo urusan lulumpatan dan jingkrak-jingkrak sih pasti lah, namanya juga oprut.
Untuk pecinta oprut 4x4 jalur menuju Lambosir dan sekitarnya cukup seru, karena selain berbatu dan rusak, jalur tersebut sudah tertutupi rumput semak begitu lebat, sehingga sensasinya akan berasa lebih wild dan nature, terlebih jika pake motor standard Yamaha Vega seperti yang penulis lakukan saat itu, sungguh luar biasa serem…
Sebelum mencapai Lambosir, selepas dari perkampungan kita akan menemukan bahwa kita berada di atas tebing dimana penambangan batu / pasir berada di garis lembah Cibeureum, beberapa diantaranya akan kita lewati, yang hobi selfie akan tergoda untuk berphoto ria diantara julang batu-batu yang abstrak terbentuk karena galian penambang, namun sebaiknya berhati-hati karena bisa saja tumpukan batu itu rapuh dan rawan longsor.
Jarak sekitar 10 menit dari area penambangan batu, kita akan ketemu dengan pertigaan yang disana tidak ada petunjuk arah kemana menuju Lambosir, karena yang ada hanyalah plang yang menyatakan bahwa kita akan memasuki area perkebunan milik PT. Geger Halang.
Pertigaan dan jalur buntu
Sebenarnya arah menuju Lambosir adalah jalur kanan, tetapi saat itu penulis penasaran sampai dimana jalur yang kiri itu menuju ke ketinggian ciremai, karena kalo dilihat arahnya, yang jalur kiri yang langsung menuju ke Ciremai, ternyata jalur kiri mentok dan buntu, tetapi ujung jalur tersebut berada di ketinggian yang viewnya ke bawah dan ke atas sungguh luar biasa!, ditempat itu kemungkinan akan ditanya oleh salah seorang pekerja kebun, karena memang jalur itu buntu dan tidak menuju kemana-mana.
Balik lagi ke pertigaan dan kemudian ambil jalur kanan yang menuju Lambosir, menu jalur masih sama dengan bebatuan, berkelok dan sedikit nanjak.
Pos Retribusi
Lima belas menit kemudian dari pertigaan tersebut, kita akan bertemu dengan sebuah pos restribusi atau lebih tepatnya gubuk yang difungsikan sebagai pos penjagaan akses masuk ke area Lambosir, terdapat palang pintu jalur dari bamboo, lengkap dengan bekas bakaran api unggun dan overnight style yang menunjukkan bahwa ada petugas yang berjaga hingga menginap, yang otomatis menunjukkan bahwa ada pengunjung yang datang malem-malem ke Lambosir, jadi semakin penasaran dengan apa yang mereka bela-belain.
Mungkin karena bulan puasa, atau kami yang berkunjung terlalu pagi, sehingga kami tak menemukan seorangpun di pos retribusi yang terlihat sangat nyaman untuk berteduh dari terik matahari itu, sehingga hingga aku tulis catatan ini, aku belum tahu berapa rupiah tarif retribusi untuk berkunjung ke Lambosir, artinya kami lewat-lewat aja tanpa sepengetahuan siapapun he he he .
Dengan melewati sebuah jembatan beberapa menit kemudian, kita akan sampai di Tugu Prasasti “Yamaha Forest” yang tepat berada di gerbang masuk area persemaian dan konservasi alam TNGC, yang ditepian jurangnya ada sebuah pondok atau rumah panggung cukup gede.
Jalur antah berantah
Bukan bolang namanya jika sebuah perjalanan dicukupkan hanya sampai di destinasi tujuan, harus ada acara mlipir dan mengetahui sisi dari yang orang lain akan melewatkannya, atau bahkan tidak penting, tetapi mengetahui apa yang tidak semua orang tahu akanlah menjadi hal yang unik dan seru.
Naah, Lambosir sudah ketemu, tetapi penulis tergoda untuk mengetahui sejauh mana jalur itu masuk ke kedalaman TNGC, oleh karenanya sebelum masuk ke area persemaian Lambosir, aku coba dulu trekking jalur tersebut.
Semula masih Nampak standard dengan jalur batu dan rerumputan, tetapi semakin masuk kedalam akan kita temui jalur yang semakin seru, karena kombinasi bebatuan, debu, dan beceknya lumpur mendominasi beberapa menit, baru setelahnya keseruan akan bertambah ketika jalur sudah tertutupi semak begitu lebat.
Sempet beberapa kali roda motor tergelincir dan oleng, benturan body motor dengan batu atau kayu sudah gak kehitung lagi, dan goresan ranting di lengan, kaki, dan wajah akan terlihat jelas jika tanpa body protector yang lengkap (jaket, helm celana panjang, sarung tangan), biar di hutan yang tanpa polantas, protector tetep harus dipakai broh…
Namun jalur itu seperti tak berujung dan menuju suatu tempat antah berantah, sehingga ketika nyali boncenger sudah semakin tipis melihat kenyataan gelap rimbunnya hutan dan lebatnya semak jalur, plus beberapa kali terancam jatuh, memaksa penulis untuk menyimpannya sebagai trekking selanjutnya, tentunya dengan tandem dan teman yang se-ide, kamipun balik menuju ke Lambosir.
Tidak terfikir untuk mendokumentasikan serunya jalur antah berantah itu, karena selain butuh konsentrasi penuh juga kamera 1.3 pixel aku tak mampu menembus gelapnya hutan Lambosir.
Kembali ke Lambosir
Sesampainya di Pondok Lambosir, kami menemukan view yang sangat bagus, bentang kabupaten kuningan jelas terlihat dibawah sana, sedang sebaliknya megahnya gunung Ciremai yang menjulang terlihat sangat gagah dan dekat, angina semilir sejuk sehingga sengatan matahari tak mampu mengusik kami dalam menikmati anugrah tuhan itu.
Ada bebatuan yang besar dan sangat pas untuk menikmati view yang luar biasa itu, tepat di depan rumah panggung pondok Lambosir, terbayang betapa serunya jika semua keindahan alam itu kita nikmati pada malam hari…. Wow!.
Di belakang pondok Lambosir, terdapat beberapa shelter yang digunakan untuk persemaian beberapa macam bibit tanaman, air begitu melimpah, dan beberapa kali kami berkesempatan melihat elang yang melayang di ketinggian, apakah itu elang jawa?
Jika pengen angle yang beda, maka disitu kita bisa memanfaatkan tower yang lumayan tinggi untuk membuat photo panorama.
Photo-photo berikut hanyalah secuil keindahan yang bisa di capture oleh camera 1.3 mpixel yang tentunya sangat jauh dari kelayakan mewakili keindahan sesungguhnya di Lambosir.
Sangat rekomended untuk bersantai menikmati malam dengan api unggun dan kopi panas sambil melihat bentang alam kuningan dibawah sana…
Buruan sebelum investor asing melihat peluang itu dan kemudian memaksa kita para pribumi harus membayar mahal hanya untuk menikmatinya.
Dan sore itu kami meninggalkan Lambosir untuk menuju camp ground selanjutnya yang juga masih anget dan beranjak untuk menjadi favorit berkemah, namanya Camping Ground IPUKAN
Cireboner - Bolang Ojecker