Cireboner - Ciremai Weekend Adventures - Ojek Wisata Cirebon - Ojek Wisata Kuningan - Souvenir Khas Cirebon - Souvenir Asli Cirebon - Ngebolang ke Cirebon
Have question?
Visits:
Today: 1All time: 1

Gunung Guci – ketika sang putri lebih memilih sendiri

Bolanger Notes » Gunung Guci – ketika sang putri lebih memilih sendiri

  • Batu Gucinya sang Putri
    Batu Gucinya sang Putri
  • Start to Gunung Guci majalengka
    Start to Gunung Guci majalengka
  • siap berangkat ke gunung guci
    siap berangkat ke gunung guci
  • Si bolang gunung guci
    Si bolang gunung guci
  • Cicarangan
    Cicarangan
  • Jalur sungai gunung guci
    Jalur sungai gunung guci
  • Batu Lumbung jalur gunung guci
    Batu Lumbung jalur gunung guci
  • Pos Alba gunung guci
    Pos Alba gunung guci
  • cadas gantung dari jalur gunung guci
    cadas gantung dari jalur gunung guci
  • Tapak berkuku di jalur gunung guci
    Tapak berkuku di jalur gunung guci
  • The partner, bro Satya
    The partner, bro Satya
  • Background puncak gunung guci
    Background puncak gunung guci
  • Puncak gunug guci
    Puncak gunug guci
  • minyak wanginya putri batu guci
    minyak wanginya putri batu guci
  • Putri batu guci ternyata pesolek
    Putri batu guci ternyata pesolek
  • Batu guci
    Batu guci
  • meet the princess @gunung guci
    meet the princess @gunung guci
  • tebing batu guci majalengka
    tebing batu guci majalengka
  • Batu guci mirat majalengka
    Batu guci mirat majalengka
  • batu guci majalengka
    batu guci majalengka
  • view leuimunding dari batu guci
    view leuimunding dari batu guci

Acara mbolang ke cadas gantung Mirat Majalengka ternyata menyisakan sebuah keinginan kuat untuk kembali kesono dengan persiapan yang lebih mlipirable ke ketinggian yang bayak terdapat disekitaran cadas gantung.


Racun yang aku tebar kesemua temen2 bolang ternyata sepi respon, ada yang sedang mudik, sakit gigi, dan alesan laen yang menyisakan bro Satya sebagai tandem bolang lanjutan kali ini.

Dan seperti rencana awal, aku berniat untuk memuncaki gunung Windu yang berada tepat disebelah Sanghyang Dora dimana cadas gantung berada, namun CP yang direkomendasikan sepertinya belum nemu sinyal bagus sehingga dengan bismillah dan keinginan kuat, berdua kami meluncur dari cirebon ke Mirat sekitar jam 8an pagi.

Tak lebih dari 69 menit kemudian kami sudah sampai di area parkir cadas Gantung Mirat, dan seperti yang udah aku perkirakan sebelumnya bahwa lokasi parkir akan menjadi begitu padat dengan pengunjung yang membludak, untunya penampakan motor dan jaket motor aku plus back box yang setia menemani mudah dikenali dan di inget oleh penjaga parkir, sehingga parkir pun menjadi lebih mudah, dan sapaan menjadi lebih ramah.

Dengan Teknik basa-basi dan obrolan andalan maka dalam waktu singkat, kami sudah bisa mendapatkan seorang guide yang siap nganterin kami trekking, namanya mang Hendrik ditambah lagi bonus seorang lagi yang nemenin bernama mas Haci, jadilah berempat kami menjadi team bolang kali ini.

Rencana awal yang muncakin gunung Windu mentah, karena kalah argumentasi, dan seperti biasa, mentok di kalimat

“ kalo mo nekat ya silahkan, tapi kami tidak bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa”

“ disana tidak ada apa-apanya kok”

“ mending ke guci saja, disana ada batu besar yang bisa dinaiki, dan viewnya bagus”

Dan kalimat sepadannya yang intinya mereka cukup enggan untuk nunjukin jalurnya bahkan nganterin kami, sehingga,

“OK Fine!!!”

“ Kita ke Guci dulu dan jika ntar darisana masih ada tenaga, ya kita lanjut ke gunung Windu “

Setidaknya masih ada harapan dan semangat bahwa kita akan sampai di puncak Gunung Windu yang melambai-lambai dengan eloknya, yup melambai dalam arti sesungguhnya, karena jelas terlihat diatas sana ada semacam kain, atau bahkan mungkin Terpal ataupun flysheet berwarna entah coklat, kuning, ataupun merah muda, tapi yang pasti ada orang yang pernah berada disono dan meninggalkan sesuatu yang melambai itu dipuncaknya.

Cicarangan

Dengan diawali doa bersama, kami memulai langkah pertama dengan mode becek kebun warga menuju Cicarangan, sebuah destinasi yang berupa dinding batu cukup tinggi, vertical dengan aliran air yang mengalir dari salah satu sudut celahnya, yup perjalanan dari start hingga Cicarangan kami tempuh tak lebih dari 15 menit.

Di jalur ini kami bertemu dengan serombongan camper yang baru kembali dari mandi setelah mereka semaleman ngecamp di Sanghyang Dora, aku salamin mereka satu persatu, dan ketika di orang paling belakang, eh ternyata..

“ Lho mas..!!? “ tampak kaget doi menyalami

“ eh heey!!!, ketemu lagi ..! “

Dan tanya jawab tentang darimana, ngecamp dimana dan lain-lain menjadi obrolan singkat saat itu, dimana kemudian mereka berlalu meneruskan perjalanan kembali, sedang akupun lanjut menuju cirarangan.

Dan sangatlah basic jika kemudian aku bertanya tentang kenapa tempat itu dinamakan dengan Cicarangan, lalu apa arti dari nama tersebut, yup jawaban dari pak guide cukup sederhana, dimana cicarangan menjadi nama tempat tersebut karena keluarnya air tersebut dari salah satu sisi batu yang padanya berupa celah dengan bentuk yang menurut mereka menyerupai dengan rarangan, (kelamin perempuan), dan ci sendiri berarti air, jadi cirarangan bisa kita pahami sebagai cewek kencing! Gitu ajah

Kampung mantan

Perjalanan kami lanjutkan dengan melewati pematang sawah dan kebun, juga kami harus menyeberangi sungai, sekitar 30 menit kemudian kami melewati kampong mantan, yup sebuah area yang merupakan bekas pemukiman penduduk kampong, area tersebut menjadi bekas karena kemudian ditinggalkan oleh para warganya setelah bencana longsor terjadi di area yang tak jauh dari kampong tersebut berada.

Nama kampung itu sendiri aku lupa, makanya aku kasih nama kampong mantan saja agar lebih kekinian dan protesable, ah apalah arti sebuah nama, karena yang lebih penting lagi adalah bagaimana suasana, nuansa, dan sosialita pada jaman dulu dikala kampong itu masih ada, dituturkan oleh pak guide dengan sederhana dan penuh kenangan, menggambarkan betapa tanpa adanya listrik dan elektronik, kehidupan warga kampong bisa rukun penuh kebersamaan, selalu ada waktu untuk ngumpul bareng pada malam hari, dan saling bantu pada saat bekerja siang harinya.

Sungguh adanya listrik dan elektronik, telah membuat orang lebih betah dirumah nonton televise, ketimbang keluar rumah untuk sekedar bercengkrama dengan tetangga terdekat dihalaman rumah, ironi memang.

Di salah satu sudut kampong mantan itu terdapat sebuah batu dengan ukuran yang hanya gaban mampu menandinginya, gede bro….menjulang kokoh namun terselimuti semak cukup lebat, sehingga kegagahan batu lumbung tersamarkan oleh semak, yup nama batu itu memang batu Lumbung, dan itu asli bukan karangan aku saja, sumpah bro ! Count on me.

Setelah Pos batu Lumbung, kami kemudian berjalan dengan engap mode on, karena jalur mulai nanjak, dan beberapa area terbuka membuat kami terpapar mentari cukup eddass, haus pun semakin membuat langkah kami sedikit oleng kapten! Ha ha ha ha

Pos Alba

Tempat istirahat kami selanjutnya adalah di pos Alba, yup kami sebut demikian karena disitu kami bisa duduk istirahat diatas pohon Alba-siyah yang sudah terpotong dan siap di angkut dengan mobil! Heeyyy ternyata setelah melewati pematang sawah, kebun, dan semak tepian hutan, kami menemukan jalur besar yang bisa dilewati oleh mobil ! asudahlah

Nah dari pos alba itulah kemudian jalur konsisten dengan tanjakannya,lebatnya semak cukup menyamarkan batuan yang berserak, plus licin tentunya, cukup berasa lama kemudian kami bisa berenti dan beristirahat disebuah perempatan yang kami namai dengan pos kebo

Pos Kebo

Ha ha ha cerita lucunya di pos kebo itu adalah ketika kami sedang asyik mendengarkan crita dari pak guide, sambil super sibuk kewalahan mengusir nyamuk hidung belang penyebab demam berdarah yang begitu gigih mengeroyok kulit kami, tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebentuk punggung hewan yang gemuk, gelap kelabu dengan bulu-bulu yang berdiri cukup jelas, berjalan diantara rimbunnya semak, yup pastinya aku mengira itu adalah punggung Babi Hutan alias Celeng! Akan tetapi beberapa detik kemudian jelas teridentifikasi sebagai sekawanan kerbau yang ternyata lumayan jauh meninggalkan penggembalanya dibelakang.

Itulah sejarah penting dinamakannya prempatan tempat kami istirahat itu sebagai pos Kebo! Hhmmmm gak penting banget yee…. Asudahlah

Usaha yang kami lakukan untuk mengusir atau antisipasi serangan nyamuk adalah mengibasinya dengan daun dan asap rokok, begitulah tips dari pak guide selain larangan untuk bertepuk membunuhnya, karena “nyamuk disini cukup pendendam” katanya

Makanya satu catatan penting jika berkunjung ke Gunung Guci, bawalah lotion anti nyamuk, pakailah pakaian yang rapat menutupi leher dan tangan, juga hindari warna gelap di baju, celana, topi, keril, dan lainnya, karena nyamuk adalah mahluk kegelapan yang sadis dan haus darah!

Ada satu keanehan yang terjadi dengan nyamuk di gunung guci tersebut, dimana hanya kami berdua yang mendapat serangan dahsyat, sedang kedua pak guide terlihat aman dari kerubutan nyamuk, bahkan sempet dikomentari oleh mereka,

“ sepertinya nyamuk pun udah tahu mana tamu dan mana tuan rumahnya”

Batu Guci

Kurang lebih dua jam perjalanan kami mendaki gunung Guci,akhirnya kami sampai di batu guci, memang batu guci bukanlah tempat tertinggi di gunung guci, karena dibelakang batu guci terdapat tebing batu yang masih terlihat jauh lebih tinggi, namun untuk mencapainya tentu jalur lain dan akan lebih berat lagi.

Sedang batu guci sendiri juga merupakan tebing batu yang menurut hasil penelitian dari dinas kehutanan, ketinggian atau kedalaman jurang dimana batu guci itu berada berada di angka 150-200 meter, dan itu sangat mengerikan jika terjadi kecelakaan jatuh kedalamnya.

Posisi batu guci menjorok seperti anjungan ditengah tebing, sehingga sisi kanan dan kirinya pun juga berupa tebing yang mempunyai tingkat resiko sama jika seseorang tergelincir jatuh, dikejauhan sana kecamatan leuwimunding terlihat, juga puncak-puncak bukit lainnya terlihat begitu luar biasa.

Nah main point dari mahakarya tersebut adalah adanya batu bulat yang berada di ujung anjungan tersebut, dengan diameter sekitar 2 meter batu itu terlihat rapuh dan berposisi gulingable, alias seperti begitu mudah untuk digulingkan jatuh.

Batu itu sudah berada disana sejak awalnya, bahkan pak guide pun mendapatkan cerita dari leluhurnya bahwa batu itu sudah ada disana entah sejak kapan, artinya peristiwa alam yang sudah terjadi sejak dulu kala tidak mampu menggeserkan batu bulat yang berada di ujung tebing itu bergulir jatuh, tanah longsor, gempa bumi, putting beliung dan lainnya, terlihat akan begitu mudah menggulirkan batu itu jatu kedalam jurang, karena memang posisinya yang seperti kelereng ditepian meja.

Tapi batu itu hingga hari ini masih tetap disana dengan cantic dan indahnya, seakan bagai penjaga alam yang senantiasa mengamati dan mengawasi leuwimunding sepanjang jaman.

Selfi di batu itu menjadi kesempatan yang tidak boleh dilewatkan, background hamparan perbukitan menjadi nilai tambah yang menyempurnakannya, secara gentian kami berfoto disana, lalu kemudian duduk dan membongkar perbekalan.

Panasnya hari juga mengharuskan kami membentangkan flysheet, sedang tenda monodome tidak ada tempat untuk mendirikannya, lagian juga waktu yang kami punya untuk stay di batu guci juga terbatas, karena ada kalimat serius yang diucapkan pak guide

“ sebaiknya kita tidak mendengar azan dzuhur disini “

dengan tanpa penjelasan alasanya dan pertanyaan lebih lanjut, kamipun menurut sajalah.

Cantiknya sang Putri

Ketika yang lain asyik menikmati istirahat dan ngobrol dibawah naungan flysheet, aku iseng untuk lebih dekat mengenali dan memperhatikan batu guci yang begitu unik tersebut, dan betapa kagetnya aku manakala terdengar suara lembut seorang perempuan dari entah sisi mana dari batu itu, yup sangat kaget, namun aku coba menguasai logika bahwa mungkin bisa saja itu pengaruh angin dan konsentrasiku yang terfokus pada rasa keingintahuan tentang apa yang biasanya terlewat oleh orang-orang.

Disalah satu sisi batu Guci aku menemukan adanya sebuah botol kecil, yang pada awalnya aku kira berisi minyak kayu putih, atau semacamnya untuk antisipasi masuk angin, kedinginan, dan nyamuk, akan tetapi begitu aku mencium bau harumnya yang luar biasa saat aku buka, maka bisa dipastikan bahwa itu adalah minyak wangi, dan bukan common, karena minyak wangi seperti itu cukup mahal dengan takaran milligram.

Ternyata pak guide diam-diam mengamati apa yang aki lakukan dengan minyak wangi tersebut, kemudian dengan setengah mengingatkan pak guide berkata

“ tolong ya mas, itu jangan dibawa deh “

“ ooh , ok fine!.... gak ada niat buat bawa kok “ sahut aku sambil meletakkan kembali botol kecil itu dengan posisi yang lebih rapi.

Dan disaat itulah sekelebat aku melihat sebayang senyum wajah seorang putri, yang kemudian mengarahkan pandanganku pada beberapa barang di celah bawah batu guci tersebut, aku melihat ada sisir, cermin, dan beberapa barang yang identic dengan aktivitas bersolek bagi perempuan, yup aku kemudian paham, kenapa aku temukan beberapa botol minyak wangi lain kemudian, dan kenapa orang meninggalkan perlengkapan tersebut disana.

Meski sedikit grogi, namun aku mencoba tenang woles dan tidak memberitahukan kilasan wajah itu pada siapapun.

“ nanti cuci tangan ya mas, biar harumnya gak kebawa pulang sampai rumah” lanjut pak guide

“ OK Fine!!!! “

Dengan batasan waktu tidak boleh sampai terdengar adzan, maka niatan masak dan ngopi pun batot alias batal total, dan hamper sama sekali kerilku tak terbongkar selain ngeluarin air minum doang, padahal gear yang aku bawa cukup lengkap untuk stay lebih lama lagi dan dengan kondisi yang lebih ekstreem lagi.

OK Fine!!! Kita turun balik kembali ke pos parkir

Gelo Petualang

Dengan langkah yang lebih enteng dan cepat kami kembali menyusuri jalur turun keluar dari ketinggian gunung guci, lalu di beberapa kilo menjelang danau kami bertemu dengan rombongan dedengkot Gelo Petualang yang sedang rehat makan kacang rebus sambil menunggu seorang lagi yang sedang kebingungan mencari jalur nyusul dibawah sana, yup komandan besar sedang nyusul.

Sebenarnya sehari sebelumnya aku sudah mencoba koordinasi dengan mereka untuk melakukan trekking bareng ke gunung Windu, akan tetapi mungkin belom jodoh untuk barengan, makanya dihari yang sama saat aku turun, mereka naek.

Ketemu dengan komandan besar Gelo Petualang sekitar sepuluh menit dari ketiga temannya menunggu, dan kemudian lanjut untuk mencapai pos parker yang disana sudah menunggu segelas dingin es jeruk manis yang segerrrrr

Dan begitu sampai di pos parker hal pertama yang aku lakukan adalah memesan segelas minuman seger di warung terdekat, lalu naruh keril lalu menikmati capek sambil ngobrol.

Entah apa yang terjadi ternyata para dedengkot gelo petualang itu kembali k epos parker setengah jam kemudian, sehingga bisa dipastikan merega gagal muncakin gunung windu juga hari itu.


Acara mbolang hari itu diakhiri denganmaka-makan bareng di salah satu rumah dedengkot Gelo Petualang, dengan menu maknyusss sangat.

So...berkunjunglah ke Gunung Guci

 

Facebook
PRchecker.info