Cireboner - Ciremai Weekend Adventures - Ojek Wisata Cirebon - Ojek Wisata Kuningan - Souvenir Khas Cirebon - Souvenir Asli Cirebon - Ngebolang ke Cirebon
Have question?
Visits:
Today: 1All time: 1

Sensasi Serem Sekali Tampomas (ssst....)

Bolanger Notes » Sensasi Serem Sekali Tampomas (ssst....)

  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas
  • pendakian tampomas
    pendakian tampomas

Pilihan untuk muncak ke gunung yang terkenal dengan destinasi Pesugihannya Jawa Barat itu adalah, karena gagalnya muncak Ciremai bareng expat.

Meski sempet juga tertunda, akhirnya tgl 10/11/13 bertepatan dengan peringatan hari pahlawan nasional maka kami mewakili yang gagal join lainnya, bisa meyamakan status di sosmed dengan “OTW”!

Dengan support komunitas petualang setempat yang kami kenal, akhirnya kami sampai juga di Sumedang! tepatnya di Gerbang jalur Cibereum jam 7:10. Hufffttt masih berasa pagi...

CP yang sudah direferensikan ternyata juga sedang berada di puncak Gunung Karang, karena dia harus ngeguide rombongan pendaki yang tiba2 mucul di campnya, dan gunung karang sendiri adalah sebuah gunung yang bersebelahan dengan Gunung Tampomas.

Oh iya, kami disini adalah Rizal, Abie, dan aku.

Start

07:30 officially langkah kaki pertama menuju puncak Tampomas kami mulai, suasana masih seger, dan stamina tertopang mie instan pake telor dan segelas kopi susu hangat, wew sangat bersemangat!.

Namun keceriaan dan candaan itu tak lagi berlanjut, ketika tak seberapa lama kemudian sebuah mobil truk dengan kecepatan rendah menghentikan langkah kami.

Yup kami terhenti, untuk kemudian nebeng truk pengangkut pasir tersebut hingga sampai di lokasi penambangan pasir yang berada di jalur pendakian Tampomas, dengan begitu setidaknya kami telah berhemat sekian puluh menit dan sekian ratus langkah kaki.

Menjelajahi Penambangan Pasir

Mengenai Penambangan pasir itu sendiri, kami sempat terpana dan hanya bisa berkata Wow!, terlihat jelas jurang yang begitu dalam dan luas membentang, bukit yang tadinya hijau dengan dedaunan, kini menjadi coklat dengan kerikil dan bebatuan, bukit yang tadinya berpohon, bersemak, dan berhabitat untuk binatang, kini berkerikil dan berbatu doang menjadi jurang yang dalam dan mengerikan, perlu keberanian dan ketegasan sang pemimpin dan wakil rakyat, untuk menghentikan dan mengembalikan bukit itu kepada fungsi sebernarnya, dan hey …. Apa kabar pembela alam?

Semua pengalaman pendakian gunung Tampomas dan Gunung Karang dengan jalur ini, pernah menuliskan tentang ekploitasi alam penambangan pasir tersebut, bukan cuman puluhan tapi mungkin sudah ratusan artikel dari pecinta alam atau bahkan surat kabar besar negeri ini memberitakan dan menyatakan pentingnya menghentikan usaha penambangan tersebut, dan kini bertambah satu lagi dari catatan ini.

Kami tidak hanya melihat dan melewati penambangan pasir tersebut, tetapi kami bahkan berjalan di kedalaman jurang dan luas areanya, sebuah ketidaksengajaan memang, tetapi setidaknya kami telah melewati jalur yang luar biasa, kenapa bisa begitu? Karena kami berfikir bahwa setiap sopir truk penambangan sudah tahu dan hafal dimana harus menurunkan para pendaki yang nebeng di truknya, sehingga kami hanya diam dan menikmatinya sambil menunggu disuruh turun oleh pak sopirnya, tetapi mungkin dia hanyalah satu dari sedikit sopir yang tidak hafal dengan para tebenger, sehingga kami terus dibawa masuk ke area penambangan, dan sebelum gerbangnya baru pak sopir bertanya,

“ mo kemana mas..? “ tanya mas supir

“ mo ke Tampomas mas “ jawab kami

“ yah harusnya tadi turun disana tadi, sebelum gerbang tambang itu, kalian lurus terus karena itu jalur yang sampai Tampomas…” terlihat menyesali kondisi mas supir menjelaskan

“ ooo gitu ya mas… wkwkwkwwkk” sahut kami mlongo sejenak dan kemudian terkekeh, yang dilanjut dengan ketawa lepas, ya jelas lah mlongo, orang kalo mo puter balik udah terlalu jauh dan kalopun mo mlipir lewat tepi kiri jurang tambang juga gak ada jalur, akhirnya sepakat kami mantabkan untuk menyusuri jurang penambangan dengan sedikit was was di usir sama satpam ataupun otoritas dari pekerja tambang, wew di menit awalpun ternyata kami sudah tersesat… xixixxii

Jurang itu memang dalam dan cukup melelahkan untuk kami bisa mencapai di ujungnya, terlebih beberapa kali kami kudu merangkak menaiki bukit kerikil dari hasil saringan pasir yang menggunung, terperosok dan terperosot menjadi sesuatu yang seru, dan 30 menit merupakan waktu yang lumayan cepat untuk standard kami lepas dari jurang penambangan tersebut, dan kamipun kembali ke jalan yang benar :)

ShortCut

Sesampainya kami di sebuah warung terakhir sebelum jalur makadam memasuki hutan pinus, kami sempatkan bertanya, (dua temenku berbahasa ibu Sunda, sedang aku ? just roaming!!!) dan mendapatkan tips untuk shortcut menuju hutan pinus melewati kebun pisang nyempal dari aspal (yang ternyata akhirnya kami tahu bahwa itu menghindari TPA dengan selisih waktu lebih dari 15 menit ).

Akan tetapi di titik inipun masih aja miss under standing, dimana yang dimaksud oleh pak warung tersebut adalah belokan setapak kedua, yang persis di tengah kebun pisang, bukan yang pertama di kebun pisang, sedang temen aku dengan sok yakin mengambil jalur yang pertama, hasilnya…. ? Hadeeeeuh! kami kudu menyeruak diantara semak yang lumayan lebat, menyeberangi parit kering dan merangkaki tebing paritnya, meski sambil mentertawai betapa apesnya kami di awal2 perjalanan, karena di dua point pertama pendakian Tampomas, kami sudah dua kali salah jalur.. :tepokjidat

Hutan Pinus

Ketika sampai di jalur makadam hutan pinus, kami sudah kelelahan, selain karena dua jalur yang luar biasa sebelumnya, juga karena terlalu banyak tertawa, yup mentertawakan nasib diri kami sendiri pagi itu.

Namun ternyata kami semakin meyakini akan kemahaan Tuhan dalam merencanakan segala sesuatunya, dan “akan indah pada waktunya” menjadi semakin nyata, karena jalur hutan pinus yang biasanya berdurasi waktu 45-50 menit perjalanan, ternyata bisa kami lalui dengan durasi waktu supercepat! yaitu kurang dari 15 menit!!!, sungguh sebuah rahasia Tuhan, dan juga rahasia kami bertiga! :xixixixi

Pos 1

Tepat jam 8.23 secara ajaib kami sudah sampai di pos 1, yaitu pos yang berposisi tepat di pertigaan dimulainya setapak menuju puncak dan makadam menuju entah …he he he hingga tulisan ini dibuat kami lupa menanyakan kemana arah jalur tersebut.

Sejenak kami berhenti dan mencari sosok2 yang berada di dalam post yang ada sebuah gubug disana, kami berharap bertemu dengan petugas yang mencatat keberangkatan kami, alias registrasi sebagaimana layaknya jalur pendakian resmi yang dikelola, selain untuk pemasukan daerah, juga untuk data evakuasi dan emergency response, tetapi yang ada hanya beberapa drum tempat mengepul getah pinus.

Kami jadi berfikir, apakah gara-gara kami shortcut di kebun pisang tadi, sehingga kami melewatkan pos registrasi?, pertanyaan itu kami bawa hingga kami turun kembali dan menemukan jawaban bahwa tidak ada registrasi-registrasian dan ijin-ijinan di pendakian Tampomas! Wew sangat sayang sekali.

Dengan iringan riuh suara alam yang beradu dengan suara nafas kami, kami berjalan selangkah demi langkah, masih lumayan bersemangat, dan peluh belum membasahi tubuh, ketika kami bisa mencapai sebuah hutan bambu, dan salak jantan.

Namun setelah itu, langkah kami semakin berat dan tidak sampai 69 langkah kami selalu berhenti untuk sekedar duduk istirahat, sebuah sambutan luar biasa dari pribumi yang menghuni gerbang tersebut… hmmm…
Area tersebut adalah “gerbang kampong” dari penghuni pribumi yang mereka akan memberikan tanda kepada setiap pendatang tentang apakah mereka welcome atau tidak berkenan, tanda yang mereka berikan berupa aroma Pandan untuk welcome dan aroma anyir untuk penolakan, tetapi meskipun menolak, mereka tetap membiarkan siapapun untuk melintasinya, tapi sungguh berhati-hatilah karena kesalahan sedikit saja akan sangat berakibat fatal!, begitulah yang kami mengerti tentang gerbang astral tersebut.

Pos 2

Dengan perjuangan yang luar biasa, kemudian kami sampai di pos 2 tepat jam 9:30, di pos tersebut, kami sempet bertemu dengan serombongan gede hiker dari kota Sumedang yang rata2 masih remaja, bersalaman dan ngobrol sebentar, kemudian kami lanjut menanjaki Tampomas.

Sampai di titik ini, kami baru tahu bahwa jalur Tampomas tersebut mempunyai total 6 pos, di referensi artikel yang kami dapatkan via gugling tidak ada yang menyebutkan tentang pos-pos tersebut, baik tentang siapa yang pertama kali membuatnya, dan apa nama dari masing-masing pos tersebut, kebanyakan mereka hanya mencatatkan tentang waktu durasi antar pos.

Dan hal itu, adalah pertanyaan kedua yang lupa kami tanyakan pada mas Zikri, sebagai dedengkot gunung Tampomas.. :P

Pos 3

Kurang dari 10 menit kemudian, kami sampai di pos 3, wew sebuah penemuan yang menggembirakan, karena asumsi kami (ngarep) jika antar pos kurang lebih segitu, maka sampai puncak akan sebentar lagi… he he he
Satu lagi pertanyaan lain, kenapa jarak pos 2 dan pos 3 sangat dekat, sedang dari kondisi jalur juga masih relative mudah?

Pos 4

30 menit kemudian, tepatnya di jam 10:07 langkah kami telah sampai di pos 4, sebuah shelter dengan luas yang bisa untuk 2-4 tenda, dengan adanya bekas perapian, menunjukkan bahwa pos 4 merupakan pos ideal untuk ngecamp.

Di pos ini juga terdapat persimpangan turun, dengan jalur lain yang lebih lebar dan sepertinya terlihat lebih ringan, apakah jalur tersebut adalah jalur menuju congeang? Ah biarkan yang tahu memberikan komentarnya disini…

Sepertinya semangkuk mie instant pake telor dan segelas kopi susu yang berada di perut sejak pagi, hanya b ertahan proses energinya hingga pos 4 ini, terbukti dengan lapar yang mulai terasa, oleh karenanya kami sepakat mengganjal perut dengan roti, dan sebuah obrolan tentang imajinasi segarnya buah-buahan, mulai dari jeruk, apel, semangka, mentimun, hingga kelapa muda. He he he.

Setelah kembali kenyang, kami lanjuut

Pos 5

Horee kamipun sampai di pos 5, sebuah pos yang terkenal dengan batu gede dan sesajen padanya, jarak dari pos 4 ke pos 5 adalah 25 menit, tepatnya jam 10:30 kami ambil photo ditempat ini, nuansa mistis dan komunikasi astral semakin berasa di pos yang mempunyai nama besar Sanghyang Taraje ini.

Siapakah yang memberi nama Sanghyang Taraje untuk jalur tersebut? Ah yang pasti memang identik, dimana setelah batu gede, Jalur yang ada adalah tangga batu, yup celah-celah batu dengan kemiringan ajib tersebut menjadi jalur terberat kedua setelah pos 6 yang berjuluk SangHyang Tikoro.

Meski nama SangHyang Taraje sudah menjadi nama resminya, tetapi kami lebih suka menyebutnya sebagai pos I Can, yang berarti sebuah bukti bahwa kami mampu hingga disini, dan itu bisa kita baca jelas pada sebuah papan disitu yang bertuliskan I Can.

Siapapun yang membuat dan memasang tulisan tersebut, kami ucapkan terimakasih dan salam kenal yah…J

Pos 6

Untuk pos terakhir ini kami lebih suka menyebutnya sebagai POS CMUNGUT, tertanda jam 10:47 kami sampai dan langsung mengabadikannya lewat jepretan kamera.

Yup Cmungut adalah versi alay dari kata semangat, dan kenapa kami menyebutnya begitu? Karena disono ada sebuah papan yang bertuliskan demikian, sumpah sangat menghibur dan sumpah photonya ada, jika kalian mengomentarinya dengan no pict = hoax ! :P

Dan dari sisi kondisi dan situasi jalur pos cmungut eh pos 6 ini merupakan track terberat, dimana saking beratnya jalur tersebut, maka SangHyang Tikoro sangat pantas untuk jadi nama besar nya.

Tikoro yang berarti tenggorokan / kerongkongan, dan hal yang bernilai kerongkongan selalu tentang kodisi yang berat dan butuh effort berlebih.

Kenapa harus cmungut, dan kenapa harus Tikoro ? temukan jawabannya sendiri ketika kamu mengalaminya sendiri disana. :P

Kawah

Dari sejak pos cmungut, kami menemukan ada banyak rongga batu dan celah yang lumayan jelas menunjukkan bahwa dibawah sana ada banyak ruang!,

Sensasinya semakin terasa mistis, terlebih ketika bertemu sebuah rongga lumayan besar dan dalam, yang ternyata adalah Kawah purba dari Tampomas.

Kalo dari legendanya, berarti di rongga itulah sang adipati melemparkan keris emas kesayangannya, demi meredam gejolak alam dan menyelamatkan rakyatnya.

Kami mencoba mengamati, dan berharap melihat sependar cahaya keemasan muncul dari kedalaman gelapnya, yang berarti kami menemukan keris emas! yang melegenda itu.

Dan jika memang benar terjadi kesempatan demikian, apakah kami berani turun dan mengambilnya? Ah I don’t think so, perlu banyak negosiasi dan kalo perlu intimidasi, tapi kalopun mampu maka harus segera berlari turun membawanya cepat keluar dari Tampomas, sebelum kesepakatan itu kadaluwarsa, yang berarti mereka berubah pikiran! Begitulah karakter mereka yang aku kenal lewat khayalan … Hayyah!

Di titik kawah itu, tercatat jam 11.07, dan kamipun meninggalkan kawah khayalan tersebut untuk terus menuju puncak.

Puncak

Tepat jam 11.15 kami keluar dari rimbunnya semak dan pohon dan sampai di area terbuka yang merupakan puncak tertinggi dari gunung Tampomas!

Kami segera liar melahap pemandangan yang tersaji disana, mencoba mengidentifikasi apapun yang tertangkap lensa mata, dan indera lainnya, sebuah tempat yang luar biasa.

Aku segera duduk di batu tertinggi yang ada bendera merah putih disana, (siapakah nasionalis yang membawa dan menancapkan bendera tersebut disana? Siapapun anda… salute, dan salam kenal yah..?) dan hal pertama yang aku lakukan adalah minum, dan merokok… ajegileeeee nikmatnya cetar membahana badai cuy…!

Kami melihat adanya burung elang yang terbang melayang dengan damainya, perasaan yang sama ketika aku melihat elang jawa masih terbang di belakang rumah komplek perumahanku beberapa minggu lalu.

Sekedar info tambahan, bahwa di area puncak sinyal telkomsel masih bagus, begitu juga dengan indosat, tetapi tidak berlaku untuk Tri, karena justru supporter untuk facebook gratis tersebut tidak terlihat satupun sinyal disana, itu pula kenapa aku gak bisa eksis dan pamer status secara live… ahihihi

Makan Siang

Agenda selanjutnya dan merupakan core business dari pendakian Tampomas itu adalah “ numpang makan siang doang “, oleh karenanya kami kemudian sibuk ini itu untuk menu makan siang yang biasa tetapi ditempat yang luar biasa!

Ada mie instant asli pabrik dengan lisensi asing, ada telor asin asli brebes yang dibawa dari purwokerto, ada sosis asli buatan pabrik dari bahan baku ayam dan sapi yang entah siapa penggembalanya, dan entah berasal dari pabrik mana.

Untuk sambalnya ada sambal pecel asli Blitar, yang dibawa langsung dari Blitar, dan untuk cemilannya, ada jenang asli yang lagi-lagi Asli Purwokerto yang dibawa langsung dari Purwokerto via Magelang… nahlo bingung kan?

Sedang untuk cuci mulutnya ada dua buah bengkoang yang asli dari Cirebon, sedang untuk cuci matanya ada banyak menu tersedia, dari yang alami, maupun yang terbatasi dimensi disekitaran maqom keramatnya sang Prabu Siliwangi.

Dan makan sianglah kami dengan lahap, di tepian jurang, diantara bebatuan yang teratapi oleh raincoat ponco yang tergelar.

Nikmat tuhan yang mana, yang kau dustakan…?

Ziarah ke Maqom

Setelah dirasa cukup menikmati makan siang, maka sebatang rokok adalah durasi menentramkan apa yang kami makan sebelum kami beranjak menuju maqom, dan disinilah cerita sesungguhnya dimulai.

Kami bertiga beranjak menuju maqom yang pertama, mendung pun segera bergelayut mengikuti arah kami menuju maqom, sehingga nuansa menjadi sempurna dengan aura mistis dan sugesti bawah sadar tentang berbagai cerita sebelumnya yang kami bawa.

Menjelang gerbang maqom, aku merasakan sambutan yang tidak seperti kami harapkan, ada semacam pengertian bahwa kami berkunjung tidak pada waktu dan kondisi yang tepat, sehingga jika kami memaksa masuk maka yang akan terjadi adalah hal yang tidak kami harapkan.

Gerbang maqom ditandai dengan dua buah batu terbungkus kain kafan, dan maqom itu sendiri cukup luas untuk seekor mutant antara banteng dan harimau, dan juga untuk Ular raksasa melingkar dengan santainya, he he he maksudnya area maqom tersebut luas, teduh, dan temaram layaknya waktu “Sambikolo” meskipun itu tengah hari.

Juga terdapat beberapa gazebo, lengkap dengan tikar dan tirai penutupnya, sehingga merupakan fasilitas kelas bintang tiga untuk ukuran peziarah dan petirakat, karena pada umumnya reward selalu berbanding lurus dengan effort. Jadi jika tirakat kok bisa dengan nyaman di dalam gazebo, maka itu cukup dimanjakan.

Demi pengertian yang tidak welcome tersebut, maka aku memutuskan untuk balik dan menuju maqom yang lain, yang berada tak jauh dari maqom pertama, tetapi lebih tinggi lokasinya.

Namun itupun tidak bisa kami lalui dengan begitu saja, karena ternyata tidak hanya banteng dan ular, dimana sebenarnya ada beberapa yang lain, dan iseng menarik2 keril dan tubuhku, sebuah perjuangan yang melelahkan untuk menjaga agar terus bisa melangkah dan menjaga suasana tetap tenang, agar dua temanku yang sangat penakut tidak histeris!.

Sesampainya di maqom kedua, aku bisa merasakan sambutan yang bersahabat, sangat bersahaja, dan kalo dari bahasa saya adalah, sambutan yang ningrat.

Maqom kedua ini lebih terang, dan lebih manusiawi, dimana terlihat jelas tanda2 aktivitas manusia peziarah di lokasi tersebut, gazebo yang berderet panjang juga tersedia disana, nuansa mistis terasa lebih kuat namun lebih bersahaja, sekali lagi lebih bersahaja.

Keramahan maqom itu, seramah sosok lelaki dengan atribut kerajaan lengkap, berdiri gagah dan memperlhatkan kesahajaan dengan senyum manis dari bibir yang berhias kumis tipis, setidaknya begitulah gambaran dari apa yang teman saya lihat.

Bebatuan yang terbungkus kain kafan, pohon yang juga terbungkus kain kafan menjadikan nuansa cukup harmoni dengan apa yang dituliskan tentang himbauan, bahwa hanya Tuhan lah tempat meminta, dan hanya kuasa Tuhanlah semua bisa terjadi.

Namun harmoni tersebut ternoda dengan banyaknya sampah yang bertebaran di sisi luar komplek maqom, bau menyengat, nyamuk serta lalatnya, cukup kontras dengan status sebuah puncak gunung, karena setau saya harusnya tidak ada lalat dipuncak gunung, kalo nyamuk masih mungkin.

Setelah dirasa cukup mengenali dan memperhatikan apa yang kami temui di maqom tersebut, maka kami beranjak pulang dengan tanpa satupun jepretan untuk mengabadikannya, selain karena memang tidak ada pengertian bahwa mereka tidak berkenan, juga kami bertujuan agar mitos, mistis, dan kesakralan sebuah puncak Tampomas, akan terus ada dari kabar dan cerita, sehingga penghormatan dan penghargaan pada alam, semakin termotivasi, dan akan menakuti mereka yang bandel dinasehati.

Pulang

Tercatat jam 13:007 kami start kembali turun dari puncak Tampomas, dan seperti biasa pada umumnya, durasi turun selalu lebih cepat daripada naik, meski resikonya lebih besar ketika turun dibanding naik, karena sepanjang jalur akan ditemui kerikil yang berserakan, dan batu batu berlumut, resiko tergelincir sangat tinggi, begitupun resiko terpeleset, karena kami mengalami itu semua, tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali.

Stamina yang drop, dan hasrat ingin buru2 menjadikan konsetrasi tak lagi one hundred persen, maka yang terjadi adalah jatuh bangun, terlebih jika ada banyak pengiring yang niup2in kuduk… hiiiiii

Jam 15:30 kami sudah mencapai TPA, dan kami memutuskan untuk tidak lagi shortcut menghindari TPA, karena selain memang pengen tahu, juga karena kami masih berfikir, bahwa kami telah melewatkan pos registrasi pendakian Tampomas, sehingga kami pikir, siapa tahu pos tersebut ada di deket2 TPA, padahal di semua referensi tidak ada yang menyebutkan tentang keberadaan pos perijinan tersebut, kenapa kami masih mikir itu ada yah….? :tepokjidat

Anjing Kecil

Dan ternyata ada alasan lain dari tuhan, kenapa kami tergerak hati untuk melewati TPA, karena ternyata Tuhan memberikan makan pada sesosok Puppy kecil yang kelaparan melalui tangan kami.

Yup secara tidak sengaja, aku mendengar ada suara ganjil dari balik semak jalur menuju TPA, pada awalnya terdengar semacam kucing yang mo berkelahi, namun ketika lebih seksama mendengarkannya, tersirat jelas nada sedih dan keputus asaan dari suara yang akhirnya aku definisikan sebagai rintihan, dan aku mencoba mencari sumber dari rintihan tersebut.

Kami seruak semak dan terlihat ada seekor anjing kecil tergeletak tak berdaya, jelas sekali bahwa doi menderita, dan berharap kami menolongnya, Kami sempat galau demi tahu bahwa yang harus kita tolong tersebut adalah seekor anjing, dimana bagi sebagian dari kami yang muslim, najis hukumnya, sehingga membuat halangan bagi kami untuk bebas menyentuh dan memperlakukannya.

Yup kembali lagi ke cerita si Puppy kecil, mungkin hal itu pula scenario, kenapa si Abie kelupa’an mencampurkan sossis, bisa jadi karena itu memang jatah rezeki Tuhan untuk si Anjing kecil.

Maka diberikanlah sossis tersebut untuk makan si Puppy, dan betapa haru kami ketika melihat itu, puppy dengan lahap menyantap makanan yang kami berikan, juga segera kami potong botol minum untuk tempat doi minum.

Sebenarnya ada kebimbangan antara akankah kita bawa anjing itu, atau kita biarkan dengan harapan induknya, temannya, atau saudaranya akan merawatnya, namun berbagai pertimbangan akhirnya kami harus memastikan semangat si anjing pulih, dengan makanan yang kami berikan, kami menungguinya dan berusaha maksimal agar si Puppy kembali berbaur dengan yang lainnya dengan semangat yang pulih, lalu kami harus meninggalkannya dengan doa dan harapan si anjing kecil bisa bertahan dan tumbuh sehat, menjadi generasi pemimpin di habitatnya _/_.

TPA

Memasuki tempat sampah yang super luas tersebut, merupakan sensasi tersendiri, dimana pada saat itu cuaca mendung dan berangsur gelap, dan kobaran api serta kepulan asap membuat TPA terselimuti gelap.

Kami melangkah di tengahnya, dan menyaksikan betapa jutaan lalat, dan puluhan anjing ceking menjadi penghuni tetap lokasi pengap tersebut, ada berbagai barang sampah yang kami identifikasi, dan semuanya limbah dari hidup manusia.

Kapan Indonesia, khususnya Sumedang mempunyai teknologi yang bisa memproses sampah menjadi lebih bersahabat, dan berdaya guna? We’ll see

Camp Arimba

Kali ini perjalanan dari area tambang ke camp Arimba (Sumedang Hijau), tidak seberuntung berangkatnya, karena harus menunggu lama dan jarak yang lumayan jauh kami berjalan sebelum sebuah truk bersedia kami tebengin.

Sempet terjadi 7 detik ketegangan luar biasa, manakala ketika proses naik, kakiku tidak bisa bertumpu pada apapun karena licin, hanya mengandalkan kekuatan tangan untuk melemparkan tubuh keatas pasir dalam truk, dan itu gagal aku lakukan, beruntung dengan sigap si Rizal menarik lalu menghempaskanku ke atas truk yang penuh muatan pasir, hingga yang terjadi adalah wajah dan badanku belepotan pasir karena nyungsep dengan sukses di tumpukan pasir, kamipun terbahak melihat masing-masing kami, keteganganpun berlalu.

Di camp, akhirnya kami bisa kopi darat dengan para penghuni camp, yang juga baru turun dari gunung Karang, kami disambut sangat hangat dan akrab, sehingga dari yang rencananya mau langsung pulang, akhirnya masih harus ngobrol santai dulu…. Hingga menjelang magrib, kami baru cabut pamit kembali pulang.

Artinya akan selalu ada pendakian selanjutnya….

Terimakasih tuhan untuk kesempatan ini.

Salam

Cireboner

 

Facebook
PRchecker.info