Sekali Turing Empat Gunung Terlewati - Sebuah cerita ironi Ranto Canyon
Bolanger Notes » Sekali Turing Empat Gunung Terlewati - Sebuah cerita ironi Ranto Canyon
- Ranto Canyon
- Terimakasih CPR
- Sunrise bukit panenjoan
- Siluet bukit panenjoan
- Safety briefing ranto canyon
- Walk in green ranto canyon
- Hijau membentang ranto canyon
- First jumper ranto canyon
- Circle formation ranto canyon
- CPR Jumper in action
- Feeling free and peace ranto canyon
- Susur sungai ranto canyon
- Entering the cave ranto canyon
- celah batu ranto canyon
- ranto canyon waterfall
- more and more jumping point
- The corridoor ranto canyon
- The Canyon
- Warung cash bond ranto canyon
- Magical Show ranto canyon
- Bolanger ranto canyon
Preparing
Bahkan sebelum booming pun aku sudah punya niatan untuk mencoba sensasi canyon tersebut, tetapi ternyata untuk mewujudkannya tidak mudah, karena bahkan ketika tanggal sudah sepakat, EO sudah siap, dan temen seperbolangan juga sudah tercatat pun masih saja ada scenario lain yang memungkinkannya untuk berbeda, tapi bagaimanapun kesulitannya, disitulah adventure sebenarnya.
Adventure tidak selalu dengan teriakan histeris, tidak pula selalu dengan yel yel keras, juga tidak selalu dengan effort physic yang berlebih, karena kadang termenung diam dikeramaian, sepi menghambakan diri, dan kompromi pada kesulitan yang ditemui, bisa menjadi petualangan yang berarti lebih.
Aish ngomong opo to
Gagal Konvoy
Dan akhirnya aku benar benar harus memilih untuk gagal ikut konvoy turing menuju destinasi yang sudah lama aku pengen tersebut, menyesal iya, tetapi woles tetep harus karena pilihan berarti prioritas, dan prioritas haruslah win-win solution.
Aku sempatkan datang untuk sekedar check kelengkapan dan kesiapan para rider untuk memulai riding tanpa aku yang notabene gagal join secara mendadak, safety gear, kelengkapan motor, pilihan rute, penunjukan RC dan sweaper, serta alat komunikasi, udah lengkap dan usable, sehingga tinggal berdoa bersama dan cussss! Mereka kearah Brebes, aku balik ke Cirebon.
The Susuler
Sudah tentu tidur tidak nyenyak dan kalimat bidadari yang menyatakan bahwa besok pagi aku bisa nyusul mereka benar-benar sebuah kalimat sakti yang menjadikan aku bangun pagi.
Yup tepat jam 05 pagi aku dan Vega sudah plintir gas menuju arah timur menyusul teman-teman CPR di Windusari, dari confirm sebelumnya kemungkinan acara susur sungai akan dimulai sekitar jam 9 pagi, dengan pertimbangan suhu udara, air, juga debit air sungai yang biasanya hujan pada siang hari, tentu ini akan sangat jadi pertimbangan keselamatan, artinya sebisa mungkin aku udah bisa sampai ke tekape sebelum jam dimulainya susur sungai.
Jalur pantura terlihat begitu lapang, layaknya sirkuit aku menikmatinya dengan kecepatan tak lebih dari 90KPJ, tidak bisa lebih, karena setelah dicoba untuk mlintir sampe mentok, ternyata kampas kopling jadi slip dan liar… terhitung tiga kali kampas kopling ngeslip dan harus menghentikan motor agar rpm turun dan posisi kampas kopling kembali menggigigt” hufttt!!! Padahal buru2 tuh.
Kebablasan V.01.00
Saking semangatnya sampai-sampai belokan jalur menuju waduk Malahayu pun jauh terlewati, alias kebablasan hingga Bulakamba, begitu nyadar weeeh harus balik lagi sampai ke Tanjung
“ nanti ada pertigaan yang ada rumah makan Sakinah, belok kiri lalu luruuuuus terus sampai Malahayu “ begitulah kata orang yang aku tanya di Bulakamba.
Dan teryata itu tidak sepenuhnya benar, karena ternyata rute menuju waduk Malahayu tidak selurus yang mereka bilang, karena bahkan sangat berkelok dan rebahable , cornering menjadi sangat mengasyikkan dengan kondisi jalur beton yang lebar dan sudah ada garis tengahnya, sangat memanjakan biker pastinya.
Goyang Asik Jalur Gunung Lio
Sesampainya di gerbang Waduk Malahayu, aku cukup memperlambat laju Vega untuk kemudian meninggalkannya begitu saja waduk yang beberapa bulan sebelumnya aku cari-cari gak ketemu… hadeeeuh dan pagi itu aku lewatin begitu saja… hiks…
Jalur berliku itu ternyata tidak berhenti sampai disitu, karena ada jalur seleb yang bernama Jalur gunung Lio, yup sebuah bukit / Gunung yang mempunyai tanjakan berkelok yang ajiib bingit, sepanjang jalur harus membunyikan klakson demi mengantisipasi papas an mendadak dengan kendaraan lain, secara sempit dan tikungannya hanya bisa dengan gigi satu, Lembab dan gelap tertutupi rimbunnya hutan gunung Lio.
Begitupun dengan jalur turun gunung Lio, sangat mengerikan jika riding tanpa konsentrasi lebih, karena salah satu sisinya dipenuhi dengan daun dan tanah yang jath dari tebingnya, basah dan sangat licin jika tidak benar2 hati-hati maka salah handling sedikit saja entah itu speed maupun pengereman, maka nyusruk menjadi pilihan yang harus dialami.
Dan liukan jalur gunung Lio melenakan ridingku sehingga tanpa sadar aku sudah sampai di macetnya pasar Bentarsari, yang artinya aku sudah terlalu jauuh melewatkan pertigaan yang seharusnya aku ambil jika mau ke Ranto Canyon!, aku kembali nyasar kebablasan!!!, yup Kebablasan V01.01
Sebenarnya hal itu bisa diantisipasi jika dari awal aku sudah prepare dengan check wasap dan jipe-es maka pertigaan lieur tersebut tidak terlewatkan, namun karena kesusu pengen cepet nyampe dan takut ketinggalan, maka sekedar berhenti dan check wasap ataupun cek jipe-es pun berasa sayang, karena lima sampai sepuluh menit saja sudah jauuh kalau buat riding.
Bayanganku akan ada sebuah papan nama segede gaban di pertigaan dimana jalur Ranto Canyon seharusnya yang eye catch alis ndulek moto!, secara kalau melihat betapa booming nama Ranto Canyon sebagai destinasi petualangan baru di internet dan social media, sudah selayaknya diimbangi dengan effort pengelola Ranto Canyon dalam mempersiapkan segala infrastruktur dan fasilitasnya termasuk petunjuk arah dari jalur utama Gunung Lio! Dan itu tidak aku temui disana, karena yang ada hanyalah sebuah gubuk tempat ojek mangkal, tidak ada satupun coretan maupun tanda yang menunjukkan bahwa pertigaan itulah factor utama pilihan orang untuk sampai di Ranto Canyon atau nyasar dan kebingungan! Yup petunjuk jalan dari jalur gunung Lio adalah koreksi pertama aku untuk pengelolaan Ranto Canyon!.
Di salah satu sudut pasar Bentarsari aku berhenti dan bertanya pada seorang bapak setengah baya, yup aku menyerah sudah dan saatnya memanfaatkan teknologi GPS alias Gunakan Penduduk Setempat.
“ Nyuwun pangapunten njih pak, menawi badhe datheng Ranto Canyon meniko medal mergi pundi njih? “
tanyaku sesopan mungkin agar kesan biker urakan sedikit berkurang….
“ teu ngarti abdina, maaf euy saya gak ngerti…“ gubrag!!! Teryata orang Sunda euy
“ oh gini pak, kalau mau ke Ranto Canyon arahnya kemana ya pak dari sini?”
“ emmmmh gak ngerti mas..”
“ yang tempat wisata itu… sungai…sungai..? “
“ sungai apa ya mas? “ waduh!
“ itu tuh pak yang ada curugnya… air terjun …? “
“ooh curug…? “ ahhh legaaa
“ curug mah disana…” sambil nunjuk arah kebelakangku dan menyebut nama tempat yang asing
“ masnya kelewat jauh, balik ajah ntar lurus terus jangan belok-belok meski ada pertigaan ya”
“ melewati jalur gunung itu ya pak?”
“iya mas, nanti disana nanya lagi ajah “
“ OK pak terima kasih”
Langsung aku betot gas balik menuju gunung Lio! Tanjakan dan kelokan eskrim kembali aku lewati dengan semakin terburu-buru, oleh karenanya beberapa kali di sudut tikungan Vega hamper nyusruk keluar jalur, haluan yang begitu sempit dan gak mungkin juga cornering rebahan, namun begitu keluar dari gunung Lio aku kembali nyerah untuk kembali bertanya pada seorang ibu muda.
“ Maaf bu untuk ke Curug lewat arah mana ya bu ?”
“ Curug? Curug blab la bla ? “ doi menyebutkan nama curug yang aneh
“ iya air terjun yang tempat wisata itu”
“ hmm disana ada curug “ sambil doi menunjuk jalur kecil menuju perkampungan gunung
“ tapi motor tidak bisa kesana “ lanjutya
“waduh!?” berarti bukan dong
Salah memang jika bertanya tentang wahana wisata baru dengan nama baru kepada orang-orang dari generasi lama yang notabene belum mengenal social media, karena pada kenyataannya nama Ranto Canyon hanyalah nama Online di social media, dan pastinya sebagian besar generasi kemaren di daerah gunung lio tidak peduli dengan yang namanya online, internet, dan social media, boam! Dan disitulah kesalahan berlanjut dengan ego aku yang bertahan untuk tidak buka wasap dan GPS di gajet yang aku kantongi.
Tiba-tiba muncul seorang anak muda gondrong dengan motor yang lumayan modip, segera aku hampiri, dan dengan pertanyaan sama aku langsung dapet jawaban bahwa aku telah kebablasan lagi alias kelewatan jauh!! :gubraggg!!! Aku harus balik lagi menuju Bentar sari dan disarankan untuk bertanya lagi disana… aaaarghhh
“ Ranto Canyon mas?” tanyaku memastikan
“ Iya Ranto Canyon “ jawabnya yakin
“ jadi ntar setelah Bentarsari masih terus ambil kanan apa yang lurus? “
“ ambil kanan terus “
“ oooh, iya deh makasih ya mas..”
“ iya sama-sama “ sahutnya sambil berlalu
Dan aku dalam kebimbangan besar untuk kembali naik dan turun lagi gunung Lio!, meski kebimbangan itu tak sebesar Ego aku untuk bertahan tidak buka wasap dan GPS
Dan meluncurlah lagi aku melewati gunung Lio hingga terus sampai ke Pasar Bentarsari, terus dan terus hingga ketemu dengan sungai besar yang setidaknya memupuk harapan bahwa sungai tersebut adalah sungai yang berawal dari Ranto Canyon.
Makin masuk dan blusukan hingga sebuah ujung kampong dengan papan nama “gunung sagara” ah entah barantah! Disitu aku mulai nyerah dan mengambil android one untuk menghubungi EO di Ranto Canyon.
Dari percakapan yang tidak praktis tersebut aku dapati bahwa arah yang aku ambil adalah berlawanan dengan Ranto Canyon, artinya aku kebablasan jauuh V01.02 dan harus kembali kea rah gunung Lio, dan nati sebelum nanjak ke gunung Lio ada pertigaan yang aku disarankan Lurus terus, dengan kata kunci Desa Windusari, atau desa Tempong Raja! Gubrag!!!!
Dengan semangat yang tinggal setipis sutra, aku riding kembali menuju Gunung Lio!, namun kali ini aku udah punya keyword jika bertanya pada seseorang yang aku pandang ngerti tentang Ranto Canyon.
Pada sebuah mini market, menjelang masuk jalur Lio terlihat dua cowok yang mirip biker sedang santai ngopi dan merokok, feelingku mengatakan bahwa kedua cowok itu gahol dan update, juga pastinya suka blakra’an maen jauh, maka aku samperin untuk bertanya, namun kecurigaan kemudian timbul demi melihat keduanya cengar cengir seperti sudah bisa menebak apa yang akan aku tanyakan
“ Mas maaf tau desa Windusari gak, atau Ranto Canyon? “
“ he he he mau ke Ranto Canyon ya mas ? etdah malah balik nebak sambil ngelirik plat nomor motorku yang asing bagi mereka
“ hooh “
“ oooh sama mas kita juga lagi nyari dari tadi nyasar “
Gubrag!!!!!!
“ lha kalian darimana emang?”
“ dari brebes mas”
Gubragggggggg!!!! Bahkan yang orang gaulnya brebes aka tuan rumahnya aja masih nyasar broooo!
“ yaudah bareng kita aja mas, santai dulu nih kopi….”
“ yaah aku buru-buru nih secara temen2 udah disana, takut ketinggalan.
“ ooh yaudah kita jalan sekarang ajah yuk “
Dan kemudian Vega akupun ngekorin FU yang slow motion mode on, dengan ban kecil, bonceng dua, nanjak, berkelok, hadeeeeuh kebelet pipis jadinya deh, terlebih ketika nemuin jalur yang rusak berbatu, OMG !
Dan ketika sampai di pertigaan yang dimaksud, disana aku dapati dua bocah kecil sedang berada di pos ojek, dan ketika aku tanya tentang Ranto Canyon mereka kompakan geleng kepala. Waduh!? Untung ketika aku tanya tentang Windusari, salah satu dari keduanya langsung menunjuk lurus dengan yakin, oh OK tentunya bocah segitu gak akan bohong lah…
Segera aku betot gas, meski kondisi jalur sudah berupa bebatuan dan cadas dimana-mana, aku sudah dapat kesempatan untuk meninggalkan motor alay yang keongable perlahan telaten meniti bebeatuan yang tersebar disepanjang jalan.
Dari perkiraan yang tinggal beberapa menit lagi, ternyata dari pertigaan jalur Lio masih sangat jauh dan panjang, kombinasi beton, aspal, tanah liat dan batu-batuan lengkap! Aku sempat berfikir, kenapa begitu minim petunjuk arah yang tersedia, atau disediakan oleh pengelola Ranto Canyon, secara begitu banyak persimpangan, begitu banyak percabangan j alan yang sama besar dan sangat memungkinkan orang baru tersesat dan salah milih jalur, cukup dengan cat semprot ala para seniman jalanan (suka ulis di aspal jalan) tanda panah dan tulisan “Ranto Canyon” cukup simple dan murah, atau kalau mau lebih bagus lagi dengan papan petunjuk ala mahasiswa KKN, akan lebih valuable.
Ternyata masih sekali lagi aku nyasar kebablasan, karena saking buru-burunya aku tidak kelihatan papan kecil di sisi kiri jalan, aku terus lurus hingga ketemu jalur lumpur yang licin dan nanjak, terus dan terus bersusah payah, hingga di suatu tempat yg sepi seseorang berteriak
“ woooi mas mau kemanaaaa?”
“ Ranto Canyooooon” sahutku tak kalah keras
“ Salaaaaah, balik lagiiii, disana ada plang petunjuk jalannya sebelah kiriiiiiiii”
“ Oh iyaaaaa makasiiiiih”
Aku susah payah muter balik, secara jalan sudah sedemikian sempitnya, dan memang ada petunjuk arah kecil itu, namun beberapa meter kemudian akses jalannya ternyata sudah verboden dengan bamboo dan sebuah pos disebelahnya, bertuliskan gede pada papan depannya RP.2000 artinya setiap pengunjung akan dikenakan tarip Rp. 2000 per orang / kendaraan gak sempet nanya.
Setelah aku jelaskan bahwa aku salah satu dari yang sudah booking dan menginap sejak kemaren dari Cirebon, aku boleh masuk tanpa bayar, akan tetapi begitu sampai di basecamp, aku tidak melihat adanya CPR sudah berada disana, yup aku lebih dulu tiba ternyata.
Parkir kemudian sekalian ganti pakaian, dari ala biker ke ala anak pantai, nikmatin udara sejuk, view sengkedan sawah yang hijau seger dan luas, plus secangkir kopi jahe maknyusss lengkap dengan nikotinnya.
Basecamp ranto canyon belum ada listrik sampai sana, jadi praktis jam operasionalnya dari terang sampai gelap, tanpa batasan waktu, sebuah pos registrasi sekaligus kasir berada di salah satu sisinya, ada backdrop buat narsis, dan ada sekitar 5 warung lesehan yang menyediakan makan, minum, gorengan, dan lesehan, juga terdapat dua satu bilik toilet, dua bilik ruang ganti, dan satu mushola berukuran 3 orang jamaah, sedang tempat parkirnya cukup luas dengan kapasitas 100an motor rapi, sedang parkir mobil terpaksa di sepanjang jalan.
Koreksi nomor dua adalah tidak integratenya system tiket di Ranto Canyon, ada tiket masuk di jalur ujung desa 2000 rupiah, ada tiket parkir dari pihak yang berbeda, motor 3000 dan mobil 5000, ada tiket susur sungai juga yang terpisah-pisah, tentu hal ini sedikit banyak akan membuat pengunjung cukup “terganggu” dan akan lebih baik lagi jika harga tiket masuk area dan parkirnya dijadikan satu 5000, tinggal nanti oleh pengelola dibagi sesuai porsinya diluar jam kerja.
Sekitar 45 menit kemudian, motor FU itupun sampai juga, kamipun kemudian ngobrol santai kayak dipantai, sambil tetep nruput kopi angetnya, hingga tak berapa lama kemudian Kuda plat L terlihat datang, menandakan rombongan CPR pun akan segera datang.
Safety gear juga menjadi koreksi nomor 3 dimana pada beberapa photo yang di upload ke media social aku dapati kelengkapan pelindung diri terdiri dari rompi pelampung, Helm, dan knee protector, termasuk protector untuk siku, tetapi yang kami dapat saat itu adalah sebata rompi pelampung saja, bahkan diantaranya banyak yang sudah patah lock nya dan diganti dengan tali, untuk beberapa rompi OK, tetapi ada yang berulang kali lepas kaitnya, dan itu tidak aman.
Terlebih untuk jenis petualangan beresiko tinggi, semacam susur sungai, dan body rafting, pastinya akan ketemu dengan yang namany benturan batu, resiko terpeleset jatuh, dan resiko tenggelam, ditempat lain sudah melengkapi dengan protector yang lebih lengkap, terlebih ketika aku tahu bahwa batuan yang ada disepanjang Ranto Canyon ternyata licin banget dengan adanya lumut, lumut tersebut tumbuh karena adanya sinar matahari yang masih tembus ke sungai melalui celah rimbunnya pepohonan.
Setidaknya ada dua orang yang benar-benar terpeleset jatuh dan berdarah, beruntung aman pada sisi kepalanya, sehingga kedepannya semoga pengelola Ranto Canyon melihat ini sebagai hal yang penting dan prioritas, apalah jadinya jika ada sekali saja kecelakaan fatal yang terjadi sehingga merenggut nyawa pengunjung, maka kelangsungan masa depan ranto canyon bisa jadi senasib dengan Green Canyon Majalengka yang ditutup hingga waktu tak terbatas!.
Jumlah kru sudah cukup jka dibandingkan dengan jumlah rombongan setiap tripnya, tapi harusnya mereka biar kata sudah detail paham seluk beluk jalur susur sungainya, dan bernyali lebih gede, juga memakai safety gear yang standard sebagaimana peserta lainnya, karena sepandai-pandainya tupai melocat pasti akan jatuh juga.
Selesai briefing dan berdo’a kami kemudian menyusuri sengkedan pesawahn menuju titik start dari susur sungai ranto canyon, jalur cukup alami dan licin dan sekitar 10 menit kami sudah tiba di tepian sungai yang dari suaranya bisa dipahami bahwa arusnya cukup deras.
Keseruan petualangan susur sungai pagi itu dibuka dengan sebuah tantangan untuk terjun bebas kedalam air dari ketinggian 5 meteran, dan aku adalah orang pertama yang loncat dari robonganku, seru dan menegangkan untuk pertama kalinya, tetapi jadi nagih untuk lagi dan lagi, terlebih jika ada photographer yang mengabadikannya….
Selanjutnya kami di instruksikan untuk membuat sebuah lingkaran dengan saling berpegangan tangan, dan berenang untuk mempertahankan formasi tetap berupa lingkaran, dan itu susah, meski area kolanya cukup luas untuk 10-15 orang tetapi arus yang deras pada akhirya yang menang, dan formasi kami tak bertahan lama.
Langkah pertama dari susur sungai kemudian dimulai dari tepian, dan baru beberapa meter berjalan, Pakdhe sudah terbanting keras, dengan postur yg segede gaban, dan beban yang beratnya diatas rata-rata, maka jatuhnya pakdhe otomatis membuat mental sedikit down, dan ketegangan pun meningkat.
Berselang beberapa menit kemudian suara seseorang terpeleset pun kembali terdengar, dan kali ini adalah salah satu dari dua rider FU yang tergabung di rombongan CPR terbanting cukup keras, dari luka goresan yang mengenai kedua sikut dan lengan tangannya, menunjukkan betapa beresikonya Ranto Canyon.
Masuk ke celah batu, terowongan semak belukar, merangkak dari satu batu ke batu lain, terbawa arus, dan tengelam merupakan tantangan yang harus kita taklukkan demi sampai di titik Finish, belum lagi adanya beberapa air terjun dan batu besar yang kita harus melewatinya dengan meloncat terjun bebas kedalam kolam airnya.
Ketinggian air terjun dan batu loncatnya bervariatip antara 5-8 meter, tentu dengan nuansa dan ketegangan sendiri-sendiri pada tiap loncatannya, dan disediakan tangga tali jika tidak memungkinkan untuk loncat, alias takut, baik loncat maupun memakai tangga tali keduanya beresiko, karena kondisi setiap orang berbeda jika pada tempat yang bergemuruh suara air, terhujani rintik air dari dua sisi tebingnya, gelap tertutup tebing batu, dan adanya kemungkinan buruk yang menhantui, tentu akan membuat seseorang cepat panic dan lost control.
Photo-photo menjadi rutinitas wajib ketika sebelum dan sesudah terjun ke air, teriakan pun juga menjadi semakin liar manakala dingin, basah dan ketegangan dirasakan cukup berat untuk ditahan.
Kami serombongan akhirnya sampai di titik finish, di shelter yang tak begitu luas itu, terdapat sebuah warung yang menyediakan gorengan, mie instant, dan tentu minuman panas!, sangat menggiurkan dan pastinya akan sangat nikmat, jika setelah dari ketegangan yang serius, stamina yang udah ngedrop, lapar, dan kedinginan selama susur sungai, maka tak terkatakan maknyusssnya sruputan pertama kopi jahe dan seduhan mie instant!
Apalagi ada lebih dari dua papan tulisan yang menyatakan, bahwa jika tidak bawa uang, bisa ngutang dan bayar nanti diatas atau di basecamp.
Oh iya selama susur sungai, aku mengamati ada beberapa terlihat monyet berloncatan menyeberangi canyon jauh diatas sana, yang menandakan bahwa ranto canyon masih sangat alami dan masih tempat yang nyaman b agi para satwa, meski kehadiran manusia semakin hari semakin ramai.
Sementara beberapa teman sedang menikmati menu yang anget di warung tepi sungai itu, aku dan yang lain langsung naik ke basecamp untuk kemudian ganti baju dan bersiap makan siang, yup makan siang menjadi bagian dari pake Rp. 60 ribu yang kami sepakati sebelumnya.
Dan menu sayur “Bung” atau tunas muda Bambu Petung plus Bandeng kuah kuning pedas segera kami lahap tanpa jaim dan malu-malu, wow betapa sebuah resep warisan masih bertahan hingga hari ini.
Sebuah masalah kecil kemudian terjadi, dan hal itu menjadi koreksi terakhir yang sangat menentukan kredibilitas dan kelangsungan Ranto Canyon sebagai destinasi public yang seharusnya segera berbenah untuk lebih professional, dan customer care.
Sebagaimana biasa ketika CPR mengadakan tour, tentunya style outdoor dan gak mau ribet menjadi pertimbangan utama, itu kenapa kami lebih memilih untuk camping daripada stay di hotel ataupun penginapan, karena memang suasana natur itulah yang kami cari disetiap moment tour.
Begitu pula ketika ke Ranto Canyon, kami terlebih dulu mempersiapkan segala sesuatunya se-smooth mungkin, termasuk ketika terpaksa harus memakai home stay sebagai tempat kami bermalam dan menghabiskan kebersamaan, yup via telephone kami sudah deal tentang itinerary, paket yang kami ambil, dan tentunya harga untuk itu semua.
Secara rinci bisa kami bedakan menjadi dua, yaitu paket susur sungai dan paket home stay
Paket Susur sungai kami diberikan dua option yaitu paket lengkap dan paket umum, dimana beda keduanya adalah adanya makan siang dan pinjaman Action cam (yang ternyata batterynya gak lebih dari 20 menit bertahan, dengan selisih harga 20 ribu, dimana paket umum Rp 40.000 danpaket lengkapnya 60.000 per pax!
Paket Home Stay dengan tambahan makan malam dan sarapan, disepakati pada harga 40.000 per orang, dimana 15.000 untuk stay-nya dan 25ribu untuk dua kali makan (makan malam dan sarapan )
Deal tersebut dengan seseorang yang nomornya tercatat di akun resmi Ranto Canyon yang oleh kru di lapangan disebut dengan “Admin”, ternyata mungkin kurang adanya kordinasi antara admin danpetugas di lapangan mengakibatkan adanya beda hitungan, sehingga kemudian muncul angka Rp. 120.000 per Pax.
Entah itu karena miskomunikasi antar mereka atau hal yang lebih buruk lagi yaitu pungli, tapi yang pasti perubahan angka itu sepihak dan tanpa pemberitahuan ataupun kesepakatansebelumnya, sangat mengagetkan kami.
Sangat disayangkan memang jika keramahan, keseruan, dan kegembiraan yang kami dan kru lewati dari sehari sebelumnya hingga puncaknya sehabis susur sungai, akan cacat dengan kesalahpahaman antara admin dan kru di lapangan, oleh karenanya menjadi penting bagi management Ranto Canyon untuk berbenah dalam hal online marketing dan profesionalisme systemnya, karena Ranto Canyon dikenal dan besar dari social media, yang pastinya dimediasi oleh deal via telephone, SMS, dan email dimana hanya Admin yang secara langsung menanganinya.
Sempat ada sedikit ketegangan memang, tapi itupun kemudian clear setelah kru dilapangan kita “paksa” untuk confirm ke Admin yang udah deal dengan CPR sebelumnya, sebuah pelajaran bagi siapapun yang akan berkunjung ke Ranto Canyon dengan booking terlebih dulu, karena detail itinerary dan cost harus benar-benar didokumentasikan, sehingga pengalaman tidak menyenangkan yang kami alami tidak terjadi lagi.
Case closed!
Ride back
Kami meninggalkan Ranto Canyon siang itu dengan rencana awal lewat jalur Kuningan, akan tetapi kemudian dibatalkan karena pertimbangan jalur yang sudah mulai basah oleh hujan, dan tanpa bisa menghindari jalur gunung Lio yang berhasil menggetarkan nyali beberapa rider diantara kami, dan memang benar nyatanya jalur Gunung Lio sudah begitu licinnya dengan basah gerimis.
Dengan kondisi seperti itu, tentu kami instruksikan kepada para rider untuk jaga jarak dan kecepatan, karena setiap motor mempunyai karakter berbeda pada tanjakan, terlebih pada saat turunan yang berliku dan curam.
Lega kami rasakan saat keluar dari jalur Gunung Lio, dan kemudian ketegangan kami lepaskan dengan meliuk liuk cornering di jalur Malahayu yang lebar dan beton cor, sekitar jam 16:30 kami kmudian sampai di titik kumpul terakhir untuk menyerahkan atribut dan kelengkapan tim.
Setelahnya kemudian kami membubarkan diri, dan menyatakan bahwa agenda tour CPR hari itu sudah berakhir.